Tomb Raider Tak Mampu Lolos dari Kutukan Video Game
Pendapatan di akhir pekan pertama itu juga jauh di bawah versi sebelumnya, yakni Lara Croft: Tomb Raider (2001). Dibintangi Angelina Jolie, film tersebut memperoleh USD 47,7 juta (Rp 656,5 miliar) pada weekend perdana. Total, ia mengantongi pendapatan USD 274,7 juta (Rp 3,8 triliun).
Sejak premiere pekan lalu, reboot versi Vikander ini memang kurang mencuri perhatian. Di Rotten Tomatoes, Tomb Raider hanya mendapat skor 49 persen. Moviegoers juga hanya memberi skor B di CinemaScore. Penonton yang memberi skor di IMDb agak lebih murah hati, yakni 6,9.
Banyak faktor yang membuat Tomb Raider gagal menarik penonton dalam jumlah raksasa. Pertama, soal Vikander. Beberapa kritikus mengatakan, peraih Oscar 2016 itu kurang menjiwai perannya sebagai Lara Croft. Tidak seperti Jolie yang terlihat super-badass dan berani.
Padahal, istri Michael Fassbender itu sudah habis-habisan membentuk tubuhnya. Sebelum syuting, dia melahap latihan kekuatan dan bela diri selama tiga bulan.
Perannya juga dibuat lebih realistis. Lara adalah gadis yang smart. Outfit dia dibuat lebih menyerupai manusia, bukan karakter game.
’’Vikander tidak bisa nyaman masuk ke dalam karakter Lara. Aku ragu apakah dia sedang menyampaikan dialog kosong atau menjalankan rintangan tanpa akhir dari film itu,’’ tulis Manohla Dargis, kritikus film di New York Times. Pendapat itu diamini sejumlah moviegoers.
Namun, faktor terbesar adalah faktor Tomb Raider itu sendiri. Studio menganggap fans game yang dikembangkan Crystal Dynamics tersebut adalah captive market.
Anggapan itu salah besar. Umumnya, mereka justru skeptis film yang diangkat dari game kesayangan mereka bisa bagus. Alhasil, mereka ogah ke bioskop. (adn/c19/na)