Tradisi Merawat Mayat di Toraja, Baju Diganti, Kopi Ditaruh
Makam-makam yang biasanya tertutup itu mulai dibuka Senin lalu (11/9). Warga Tonga Riu bersiap melaksanakan tradisi Ma’nene. Prosesi tersebut berjalan selama sepekan, hingga Sabtu lusa (16/9).
Ma’nene, dipahami secara harfiah, bisa punya dua arti. Orang Toraja umumnya memahami nene atau nenek, sebagaimana lazimnya di tempat lain, sebagai orang tua dari orang tua kita atau orang yang sudah sepuh.
Namun, di Tonga Riu, nene artinya mayat. Mau sudah berusia senja atau masih belia saat meninggal, panggilannya sama-sama nene.
Dengan imbuhan ”ma” di depannya, Ma’nene bisa diartikan sebagai ”merawat mayat”.
Salah seorang warga yang baru saja membuka makam pada Senin pagi itu adalah Thomas Randuan. Liang milik keluarganya telah diisi empat jenazah: kedua orang tuanya ditambah dua saudara kandung.
Salah satunya baru saja meninggal sekitar satu bulan yang lalu. ”Saya sudah pulang sejak Agustus. Tapi tinggal di sini sementara menunggu Ma’nene,” ungkap Thomas setelah membuka liang.
Bagi masyarakat Toraja Utara di pedesaan, Ma’nene memang merupakan tradisi untuk menunjukkan rasa kasih sayang kepada anggota keluarga yang telah berpulang.
Marten L. Bumbungan, salah seorang tokoh masyarakat di Tonga Riu, menjelaskan, kasih sayang yang dimaksud lewat Ma’nene itu ditunjukkan dengan membersihkan atau mengganti baju dan kain jenazah. Merawatnya agar tetap bersih meski jasadnya melapuk dimakan usia.