Trafficking Makin Marak, BNP2TKI Surati Presiden
jpnn.com - JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengaku akan berkirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait pencegahan perdagangan orang (human trafficking).
Menurut Jumhur, langkah tersebut dilakukan karena trafficking telah menjadi tindak kejahatan internasional ketiga terbesar setelah terorisme dan narkoba. Bahkan di Indonesia, modusnya berkembang dengan kedok penempatan TKI di luar negeri.
“Karena itu terhadap tindak human trafficking dengan kedok penempatan TKI ini, saya akan segera bersurat kepada Presiden SBY. Pemerintah harus bersikap tegas dalam menegakkan hukum bagi pelaku dan memberikan sanksi hukum seberat-beratnya. Sepulang dari kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur (NTT) saya langsung bersurat kepada Presiden, berikut tembusannya disampaikan kepada aparatur negara lain,” ujar Jumhur dalam surat elektronik yang diterima, Rabu (25/9).
Jumhur mengetahui maraknya trafficking berkedok penempatan TKI, salah satunya berdasarkan pengaduan langsung Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Salen, saat BNP2TKI melakukan kunjungan kerja ke NTT, sejak Selasa (24/9) hingga Rabu (25/9).
Dalam pengaduan tersebut, kata Jumhur, Pemprov NTT dan 22 Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada, menyatakan sudah berupaya maksimal meningkatkan kualitas pelayanan TKI. Di antaranya dengan menaati peraturan dan prosedur penempatan yang benar. Namun masih ada saja ada warga NTT yang berangkat bekerja ke luar negeri secara non-prosedur.
“Akibatnya banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terjadi. Salah satunya menimpa Walfrida Soik, TKI asal Desa Mandeu Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, NTT, yang terancam hukuman mati di Malaysia. Menurut Frans, pelaku yang menempatkan Walfrida Soik patut mendapatkan sanksi hukuman yang seberat-beratnya. Karena menempatkan orang tidak prosedural, berikut yang ditempatkan masih di bawah umur. Jadi tindakan ini merupakan tindak perdagangan orang," ujarnya.
Ironisnya kasus yang dialami Walfrida Soik kata Jumhur sebagaimana pengakuan Frans, di NTT cukup banyak terjadi. Tapi sejauh ini pelakunya belum ada yang dikenai sanksi hukum seberat-beratnya. Kalau pun ada pelaku yang ditangkap, begitu calon TKI/TKI dipulangkan atau diserahkan kepada petugas agar diproses dengan penempatan secara prosedural, pelaku yang menempatkan tersebut dilepas bebas. Mereka tidak sampai dijerat sesuai hukum yang berlaku.
“Saya sedih dan miris dengan adanya kasus TKI yang dijadikan korban perdagangan orang ini. Perdagangan orang ini merupakan kejahatan kelas dunia setingkat dengan tindakan terorisme dan sindikat narkoba. Jadi harus diberantas tegas," tegas Jumhur. (gir/jpnn)