Transaksi di Zona Bebas, Gunakan Ringgit dan Rupiah
Di Perbatasan Aruk, Sambas ada satu kawasan yang disebut zona bebas (free zone). Di kawasan ini, setiap pagi ada aktivitas jual beli yang melibatkan warga dua negara: Indonesia dan Malaysia. Di sana, berlaku dua mata uang: Ringgit dan Rupiah. Bagaimana ceritanya?
HERIYANTO, Perbatasan Aruk
Pagi itu, kami berkeliling di wilayah perbatasan Aruk, Sambas. Ada satu hal yang cukup menarik perhatian. Di wilayah free zone atau zona bebas yang terletak antara pos pemeriksaan Indonesia dan Malaysia ternyata ada kegiatan perdagangan yang melibatkan warga Indonesia dan Malaysia.
Wilayah itu boleh dikatakan merupakan satu wilayah perdagangan
‘internasional’ skala kecil. Mata uang yang digunakan ada dua, yakni rupiah dan ringgit. Pelaku perdagangannya pun dari kedua negara yakni Indonesia dan Malaysia.
Free zone adalah zona bebas dimana warga Indonesia dan Malaysia bisa bebas beraktivitas di sana. Setiap pagi, wilayah ini menjadi lokasi jual beli yang melibatkan penduduk dua negara. Produk yang dijual kebanyakan merupakan hasil pertanian. Sebut saja buah-buahan seperti duku, jeruk, cempedak, hingga jenis sayur mayur. Bahkan sebangsa jengkol dan petai juga kerap dijual di sana.
Romi, 38 tahun, warga Kampung Biawak, Malaysia pagi itu sibuk memilih buah cempedak. Dia datang dengan membawa sebuah mobil dari rumahnya yang berada tidak seberapa jauh dari perbatasan. Buah cempedak itu rencananya akan dijual kembali di Pasar Lundu, Malaysia. Dia biasa mengangkut buah-buahan itu dengan mobilnya.
Saat itu, ada sekitar limba mobil dari Malaysia yang juga akan mengangkut buah-buahan. Ada duku, langsat, jeruk, dan buah-buahan lain. Sebagian besar akan dijual kembali ke Pasar Lundu, yang merupakan pasar cukup ramai di Sarawak, Malaysia.
Di lokasi ini, interaksi antara warga Malaysia dan Indonesia sangat erat. Mereka tak canggung untuk saling menyapa karena sudah sering bertemu. Adanya zona bebas ini memudahkan warga Indonesia untuk menjual hasil panen mereka. Sementara bagi warga Malaysia daerah ini memudahkan mereka untuk mendapatkan hasil pertanian tanpa jauh-jauh masuk ke Indonesia.
Donata, 38 tahun, warga Dusun Sasak, Desa Santaban, Kecamatan Sajingan Besar, Sambas mengaku sudah beberapa tahun berdagang di sana. Dia biasa membawa hasil pertanian dari desanya untuk dijual di kawasan itu. Donata sudah mengenal banyak warga Malaysia yang menjadi pelanggannya.