Tunggu Apa Lagi, Pak SBY?
Oleh: Dradjad H Wibowo*jpnn.com - SEBAGAI Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), saya kecewa melihat pemerintah RI bersikap datar-datar saja melihat lansia, wanita dan anak-anak Palestina dibantai oleh bom-bom Israel. Apakah pemerintah RI akan sama mandulnya dengan tokoh-tokoh dan lembaga swadaya masyarakat yang sok suci membela hak asasi manusia (HAM), namun diam seribu bahasa melihat tragedi kemanusiaan?
RI jangan takut dituduh anti-Semitik. Ini bukan soal politik. Ini soal nurani kemanusiaan. AS yang terus memasok senjata ke Israel saja tidak nyaman dengan pembantaian warga sipil oleh Israel tersrbut.
Bahkan, mantan Menteri Pertahanan Inggris, Peter Luff secara tegas menyebut serangan Israel tersebut brutal. Ketika ditanya apakah serangan tersebut tidak sah berdasarkan Konvensi Jenewa, Luff menjawab; “ya".
Sekjen PBB dan jajarannya juga demikian. Selebritas dunia seperti Javier Bardem (pemenang Oscar) dan istrinya Penelope Cruz pun tegas-tegas mengecam Israel. Rihanna maupun Zayn Malik dari band terkenal Inggris, One Direction juga bersikap tegas. Padahal mereka tahu, betapa kuatnya dominasi ras Yahudi dalam dunia hiburan global.
Tidak sedikit selebritas dunia yang selama ini mendukung Israel, sekarang diam saja tidak menyatakan dukungan. Kenapa? Karena nurani kemanusiaan tidak bisa menerima pembantaian warga sipil, terutama lansia, wanita dan anak-anak oleh siapapun tanpa memandang ras dan agama.
Jadi Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tunggu apa lagi? Tirulah Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip ErdoÄŸan. Turki aktif mengupayakan gencatan senjata. Tapi Turki keras mengecam Israel, bahkan membandingkannya dengan Hitler dan Nazi. Turki dan PM Erdogan tidak anti-Semitik. Turki sangat melindungi warga Yahudi di negaranya.
Beberapa hal ini mungkin bisa menjadi langkah awal bagi pemerintah RI dalam menyikapi aksi keji Israel:
Desak Israel menghentikan kebrutalannya. Jangan lupa Indonesia juga berisiko terkena imbas (spillover) dari kebrutalan Israel. Misalkan, kelompok garis keras di Indonesia bisa saja melampiaskan kemarahan dengan tindakan kekerasan di sini. Jadi Indonesia punya legitimate concerns.