Uang yang Masuk ke Jero Lebih Rp 9,9 Miliar
JAKARTA - Aliran uang haram yang masuk lewat Menteri ESDM Jero Wacik diduga lebih dari Rp 9,9 miliar seperti yang telah dirilis KPK. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan nilai Rp 9,9 miliar itu hanya dari transaksi belanja keluarga Jero saja.
Ketua PPATK M. Yusuf memperkirakan nilai Rp 9,9 miliar itu mungkin yang hanya dibelanjakan Jero Wacik saja.
"Nilai itu sepertinya yang dibelanjakan dari kartu kreditnya saja," ujarnya. Kemungkinan transaksi belanja itu dilakukan istri dan anak Jero.
Saat ini penelusuran terkait transaksi mencurigakan Jero dan keluarganya masih dilakukan PPATK.
"Tidak hanya rekening yang bersangkutan (Jero Wacik) yang kami telusuri, tapi juga kerabat, keluarga dekat, ajudan, staf, sampai tukang kebun dan supir. Lazimnya yang kami lakukan ya sepert itu," jelasnya.
Meski begitu, pria yang digadang-gadang sebagai calon Jaksa Agung itu tak bisa menargetkan kapan penelusuran transaksi mencurigakan itu bisa diselesaikan dan dijadikan laporan hasil analisis (LHA).
Menurut Yusuf, jika transaksi mencurigakan yang dilakukan Jero dan orang-orang dekatnya menggunakan instrument perbankan, seperti kartu kredit dan cek, maka hal itu bisa lebih muda dilacak.
"Apalagi nanti kalau KPK secara spesifik meminta kami menelusuri nama-nama tertentu yang sudah jelas, itu malah mempermudah kami," ujar Yusuf. Namun lain ceritanya jika nantinya sejumlah transaksi mencurigakan terjadi secara cash. PPATK bakal butuh waktu lebih lama untuk melakukan penelusuran tunai.
Dalam kasus Jero ini, Yusug mengatakan lembaganya telah menyerahkan delapan item LHA. Dari delapan itu, baru tiga yang telah diserahkan ke KPK yakni Rudi Rubiandini, Waryono Karno (mantan Sekjen Kementerian ESDM), dan Sutan Bhatoegana (anggota Komisi VII DPR).
"Sedangkan yang lima lainnya masih belum bisa kami sebut karena masih proses," ujarnya. Lima LHA yang masih proses itu diantaranya ada dua perusahaan. Diduga perusahaan itu PT Kaltim Parna Industri milik tersangka suap ESDM, Artha Meris Simbolon serta satu perusahaan lain milik Sutan Bhatoegana.
Sementara tiga LHA lainnya diduga terkait transaksi Jero Wacik dan keluarganya. Salah satu nama yang terindikasi ialah staf khusus Jero, I Ketut Wiryadinanta. Rekening Ketut diduga digunakan untuk menampung sejumlah uang hasil pemerasan.
Wakil Ketua PPATK Agus Santoso tak menampik hal tersebut. Dia mengatakan tipologi kasus pencucian uang selama ini memang selalu melibatkan orang dekat tersangka. Meski tak menjawab secara spesifik, Agus mengingatkan sejumlah kasus korupsi para pejabat yang berujung pada pencucian uang.
Dia mencontohkan kasus suap import daging sapi yang melibatkan Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI).
"Saat itu kan ada yang berperan sebagai makelar yakni Fathanah, ada juga staf khusus yang bertugas menerima setoran," jelas Agus di Jakarta, kemarin (8/9). Nah hal ini pula yang diduga terjadi pada Jero Wacik dan Ketut Wiryadinanta.
Soal jumlah uang yang diyakini lebih dari Rp 9,9 miliar itu klop dengan pernyataan Jubir KPK Johan Budi S.P. Dia menyebut angka itu masih sementara dan bisa saja bertambah saat proses penyidikan berjalan. "Sampai hari ini, yang baru kami temukan Rp 9,9 miliar," jelasnya.
Sedangkan untuk LHA PPATK, Johan mengakui pihaknya selama ini memang bekerja sama. Biasanya ada dua tipe LHA yang diberikan oleh lembaga pimpinan M. Jusuf itu. Pertama, laporan secara umum sebelum ada penetapan tersangka. Isinya, temuan PPATK tentang transaksi mencurigakan seseorang.
Kedua, LHA yang memang diminta oleh KPK. Permintaan itu muncul setelah KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka. Nah, dia tidak tahu LHA mana yang sudah diserahkan PPATK ke KPK. Meski demikian, apapun bentuk laporan itu tetap membantu proses penyidikan. "Tetap ditelaah laporannya," ucap Johan. (gun/dim)