Ungkit Putusan Pilkada Kobar, PAN Senggol Pimpinan KPK
jpnn.com - JAKARTA - Seiring mencuatnya kasus dugaan suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, putusan atas sengketa Pemilukada yang dianggap kontroversial pun mengemuka lagi. Salah satunya adalah Pemilukada Kota Waringin Barat (Kobar) di Kalimantan Tengah pada 2010 silam.
Partai Amanat Nasional (PAN) pun mengungkit lagi kasus itu karena kadernya, Sugianto yang berpasangan dengan Eko Sumarno, didiskualifikasi oleh MK meski awalnya ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU Kobar. Menurut Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad H Wibowo, penangkapan Akil itu seolah membuka kotak pandora tentang rumor adanya jual-beli putusan MK dalam perkara sengketa Pemilukada.
"PAN beberapa kali dirugikan keputusan MK yang hemat saya aneh. Karena itu, penangkapan Akil telah menghancurkan sisa-sisa kepercayaan terhadap MK dalam kasus sengketa Pemilukada," ucap Dradjad di Jakarta, Senin (7/10).
Pilkada Kobar hanya diikuti oleh dua pasang calon, yakni Sugianto-Eko dan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. Dalam kasus Kobar, lanjut Dradjad, pasangan Sugianto-Eko yang diusung koalisi PAN, Gerindra dan PDIP awalnya ditetapkan sebagai pemenang dengan raihan 67.199 suara. Namun, MK dalam putusannya justru mendiskualifikasi Sugianto-Eko, sekaligus menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai Pemenang Pemilukada Kobar. Sesuai rekapitulasi KPU Kobar, pasangan Ujang-Bambang hanya mengantongi 55.281 suara.
Namun, Dradjad bukan sekadar mengungkit kejanggalan putusan MK dalam sengketa Pemilukada Kobar. Sebab, proses persidangan MK juga diwarnai dengan kesaksian palsu oleh Ratna Mutiara yang dihadirkan kubu Ujang-Bambang. Bahkan Ratna sempat meringkuk di tahanan kepolisian karena kesaksian palsu itu.
Kasus itu juga menyerempet Bambang Widjojanto yang saat proses persidangan digelar menjadi kuasa hukum Ujang-Bambang. "Kasus kesaksian palsu ini juga menyenggol individu pimpinan KPK. Di sini saya mendesak salah satu pimpinan KPK, yaitu Bambang Widjojanto, untuk memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat terkait kasus ini," lanjut Dradjad.
Menurut Dradjad, kasus kesaksian palsu memang saat Bambang belum menjadi komisioner KPK. "Namun mengingat kesaksian palsu adalah hal serius, sebaiknya pimpinan KPK yang lain mempertimbangkan Komite Etik KPK memeriksa hal ini. Apalagi dengan tertangkapnya Akil, wajar jika timbul keraguan terhadap integritas panel hakim pimpinannya," pungkasnya.(ara/jpnn)