Untung Tiba-Tiba Ingat Petrofish
jpnn.com - SAYA hampir saja malu di Campurdarat: tidak bisa menjawab pertanyaan bagaimana mengatasi kesulitan seluruh petani ikan di seluruh Tulungagung. Terutama akibat kenaikan harga pakan setelah terjadinya kenaikan kurs dolar.
Pagi itu sebenarnya tidak ada jadwal ke Kantor Kecamatan Campurdarat. Tapi karena ada sedikit waktu luang, saya minta dimampirkan. Sekalian ingin ganti celana. Pagi itu saya memang masih mengenakan celana sawah setelah acara tanam padi sistem baru Jajar Legowo yang lagi digalakkan dalam program "yarnen"-nya BUMN.
Dari ruang kerja Pak Camat, sambil ganti celana, saya mendengar riuhnya kelas di ruang sebelah.
"Suara apa itu?" tanya saya.
"Suara peserta pelatihan PNPM petani ikan," jawab Pak Camat.
Saya pun mencoba melongok ruang rapat yang penuh petani ikan se-Kecamatan Campurdarat. Mayoritas perempuan. Ibu-ibu muda. Rupanya mengenal saya. Teriakan dan tepuk tangan mendaulat saya untuk menjadi penceramah dadakan.
"Oke. Tapi, saya tidak akan ceramah," kata saya. "Pidato sudah tidak penting lagi," kata saya lagi. Lalu, saya minta peserta saja yang bicara: ada persoalan apa.
Ternyata saya tidak siap dengan persoalan dadakan yang mereka ajukan. Seorang ibu bicara soal harga pakan yang naik drastis. Peserta yang lain serentak mendukung ibu muda itu. Saya hanya bisa tertegun.
Ini lele masuk bubu, kata saya dalam hati. Siapa suruh melongok ruang ini.
Saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya tidak biasa menjawab pertanyaan dengan bla-bla-bla. Saya sudah terbiasa mengucapkan sesuatu yang harus bisa dikerjakan. Harus bisa dibuatkan road map bagaimana melaksanakannya.