Uraian Yusril Ihza di Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2019, Tajam Bro!
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Tim Hukum Jokowi – Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, dalam sidang sengketa Pilpres 2019 mengingatkan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) agar berhati-hati dengan narasi post-truth yang dibangun oleh kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Yusril menguraikan, tantangan terbesar yang dihadapi proses Pemilu 2019 ini adalah fenomena politik pascakebenaran atau post-truth politics yang menguat beberapa tahun terakhir ini.
"Ciri-ciri post-truth adalah penggunaan strategi untuk membangun narasi politik tertentu untuk meraih emosi publik dengan memanfaatkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang membuat preferensi politik publik lebih didominasi oleh faktor emosional dibandingkan dengan faktor rasional," kata Yusril membacakan jawaban di hadapan hakim MK, Selasa (18/6).
BACA JUGA: Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2019: Jawaban Tim Kuasa Hukum KPU Menohok Banget
Ketua Umum PBB ini melanjutkan, para elite politik memiliki tanggung jawab agar praktik politik di Indonesia tetap mendasarkan diri pada nilai-nilai moral. Penyebaran berita bohong, hoaks, fitnah, penggunaan sentimen suku, agama dan ras yang sempat mewarnai proses Pemilu 2019 ini tidak boleh terus-menerus berlanjut dan harus dijadikan pelajaran berharga untuk membangun kehidupan politik yang sehat dan berkeadaban di masa-masa yang akan datang.
"Metode firehose of falsehood sebagai teknik propaganda politik adalah metode yang selayaknya tidak dipergunakan dalam praktik politik di Indonesia. Untuk itulah, Pancasila sebagai landasan falsafah bernegara, tetap harus kita jadikan landasan moral dan filosofis dalam membangun kehidupan politik yang demokratis," kata dia.
Oleh karena itu, Yusril memandang sangatlah penting untuk memilah dan mengkritisi bangunan narasi yang dijadikan dalil-dalil permohonan Prabowo - Sandi. Narasi kecurangan yang diulang-ulang terus menerus tanpa menunjukkan bukti-bukti yang sah menurut hukum, klaim kemenangan tanpa menunjukkan dasar dan angka yang valid, upaya mendelegitimasi kepercayaan publik pada lembaga penyelenggara pemilu dan lembaga peradilan hendaknya tidak dijadikan dasar untuk membangun kehidupan politik yang pesimistik dan penuh curiga.
“Setiap narasi yang berisi sebuah tuduhan hendaknya tidaklah berhenti sebatas tuduhan. Setiap tuduhan haruslah dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut hukum. Tanpa itu, tuduhan hanyalah sekadar tuduhan belaka sebagai cara untuk melampiaskan emosi ketidakpuasan. Namun hal itu tidaklah baik dalam upaya kita membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat dan demokratis," jelas dia.