Urus Sampah, Pemerintah Bombana Terus Merugi
jpnn.com - RUMBIA - Permasalahan sampah selalu menjadi masalah di Rumbia, Ibu Kota Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Jika di tahun-tahun sebelumnya, sampah sering dikeluhkan warga karena jarang diangkut, namun sekarang lain.
Masalah sampah dikeluhkan oleh instansi yang mengurusinya yakni Badan Lingkungan Hidup (BLH), Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kabupaten Bombana. Instansi ini mengeluh karena selama mengurusi sampah mereka selalu nombok (terpaksa menambah uang karena belum cukup) , karena dana yang diporsikan setiap bulan tidak mencukupi untuk biaya operasional.
"Hampir setiap bulan, kami nombok tiga hampir empat juta," kata Jamal, bendahara Badan Lingkungan Hidup Bombana seperti yang dilansir Kendari Pos (Grup JPNN.com), Senin (26/5).
Masalah ini akibat adanya pengurangan dana dari DPRD Bombana, saat pembahasan APBD 2014 lalu. Saat itu, untuk dana operasional pengangkutan sampah diturunkan dari Rp 15 juta untuk 2013 menjadi Rp 11 Juta di 2014 ini.
Jamal tidak mengetahui pasti penyebab penurunan dana operasional pengangkutan sampah sebanyak Rp 4 juta. Padahal sebelum dananya diturunkan, penggunaannya kala itu sudah sangat pas-pasan. "Sekarang dananya jadi 11 juta. Berarti kurang empat juta sebulan. Saya kadang bingung mencari cara untuk menutupi kekurangan dana setiap bulan untuk anggaran BBM sampah ibukota ini," sambungnya.
Permasalahan ini makin komplit karena memasuki tahun 2014, baik armada angkutan maupun sampah di Rumbia makin bertambah. Untuk armada angkutan sampah, dulunya hanya tiga unit mobil. Sekarang ada tambahan tujuh unit angkutan motor roda tiga.
Penumpukan sampah juga makin bertambah, karena masyarakat ibukota sudah taat membuang sampah di tempatnya.
"Hal ini juga harus dipikirkan, sebab otomatis debit sampah di tempat pembuangan sampah sementara akan bertambah.Konsekuensinya, mobilisasi angkutan sampah juga ikut bertambah," katanya.
Tidak sampai disitu. Bila ada ivent tertentu di ibukota sambung Jamal, mobilisasi angkutan ini dibuat ekstra. Contohnya kata Jamal adalah saat perhelatan MTQ Sultra Maret lalu. Biaya mobilisasi angkutan sampah itu membengkak dan otomatis butuh biaya BBM tambahan. Padahal di DPA (daftar pengeloaan anggaran) 2014 ini, hanya dipatok Rp 11 juta. Menurut Jamal, untuk sebulan saja, tanpa ivent tertentu tidak cukup.
Jadi dia berharap, kedepannya agar anggota Dewan, jangan asal mengetok palu untuk memutuskan anggaran, tapi juga memikirkan realisasi penggunaannya di lapangan. Olehnya itu, Jamal bergarap, demi program kenyamanan lingkungan ibukota dari tumpukan sampah, maka di perubahan anggaran nanti, dewan harus memikirkan keluhan instansinya itu. (nur)