Usai Lebaran, PAN Rumuskan Konvensi Capres
jpnn.com, JAKARTA - Salah satu isu krusial pembahasan RUU Pemilu adalah masalah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Namun, sejauh ini wacana penghapusan syarat tersebut lebih kuat dibandingkan upaya mempertahankan aturan lama. Bila kelak disetujui, benarkah penghapusan PT memudahkan parpol mengajukan capres-cawapresnya?
Dari sisi regulasi, angka PT sebesar 0 persen dalam praktiknya bisa menghadirkan jumlah capres-cawapres yang lebih banyak. Namun, dari sisi lain, tidak semudah itu parpol nanti bisa mengajukan capres dan cawapres.
Dua kutub pandangan terkait syarat PT di pemilu presiden saat ini belum mendapatkan titik temu. Dari pandangan resmi di panja RUU Pemilu, tiga fraksi –PDIP, Partai Golkar, dan Partai Nasdem– ikut dalam pandangan pemerintah bahwa aturan PT pilpres sama dengan UU Pilpres, yakni didukung minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional. Sementara itu, enam partai lain mengajukan syarat PT sebesar 0 persen.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional (Bappilu PAN) yang juga anggota Pansus RUU Pemilu Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, ada empat alasan mendasar mengapa angka PT untuk pilpres harus 0 persen.
Rujukan PAN dalam hal ini merupakan amanat dari konstitusi. Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 jelas menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol.
”Alasan kedua, karena ini pemilu serentak untuk memilih DPR, DPD, DPRD, dan presiden,” kata Viva saat dihubungi kemarin.
Dari sisi keserentakan pemilu, tidak ada landasan untuk menetapkan ambang batas. Selain itu, partai yang mendukung adanya angka PT sebagaimana aturan lama khawatir angka 0 persen akan mengundang makin banyak capres dan cawapres.