Wakil Ketua MPR Ingatkan Bahaya Politik Identitas, Jangan Terulang di Pemilu 2024
Padahal, lanjut Ketua Dewan Pakar Persatuan Alumni GMNI itu, berita bohong dan fitnah yang mereka sebar membekas di hati masyarakat bertahun-tahun, bahkan sampai Pemilu telah lama usai.
Dia mengungkapkan kini penggunaan narasi politik identitas telah sampai pada fase yang sangat sensitif ketika relasi agama dan negara dipersoalkan lagi.
Contohkan bentuk NKRI dibenturkan dengan ideologi khilafah, bahkan sangat terasa ada 'invisible hand' yang berupaya mengadu domba kaum nasionalis dengan kelompok Islam, TNI versus Polri.
Untuk itu, Anggota DPR dari Dapil Malang Raya itu mengajak semua aktivis seluruh parpol untuk memaksimalkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa parpol harus melakukan pendidikan politik, menciptakan iklim persatuan dan kesatuan, menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat, mengamalkan Pancasila, serta memelihara keutuhan NKRI," jelas Ahmad Basarah mengingatkan.
Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini juga mengimbau semua pihak kembali pada UU 7/2017, khususnya Pasal 280 ayat (1) huruf c, yang menegaskan pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu yang lain.
"Jika semua undang-undang ini dimaksimalkan, termasuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan sendirinya kita semua sudah melakukan kontra narasi terhadap digunakannya politik identitas itu," kata Ahmad Basarah lagi.
Dalam diskusi publik tersebut juga hadir Peneliti Ahli Utama BRIN Siti Zuhroh, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya, juru bicara PKS Muhammad Iqbal, Rektor UMJ Mamun Murod, serta pengamat politik Rocky Gerung.