Wakil Ketua MPR Tolak RUU Cipta Kerja Karena Tak Berpihak pada Rakyat
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan kembali menyoroti omnibus law RUU Cipta Kerja yang ditentang kaum buruh dan elemen masyarakat lainnya.
Menurut pimpinan MPR dari Fraksi Partai Demokrat ini, pemerintah seharusnya menyerap terlebih dahulu aspirasi masyarakat sebelum menetapkan RUU ini menjadi UU.
Apalagi muatan dalam RUU Cipta Kerja ini dinilai tidak pro terhadap rakyat. Sebab, RUU sapu jagat itu menghilangkan ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Menurutnya, Pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP).
"UMP di hampir semua provinsi lebih kecil dibandingkan UMK kabupatennya, kecuali di DKI Jakarta. Akibatnya upah buruh menjadi semakin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan ketidakberpihakan terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil," kata Syarief Hasan.
RUU Cipta Kerja juga membuat aturan pesangon semakin menurun kualitasnya dan tanpa kepastian hukum yang jelas. Bahkan perusahaan akan semakin mudah untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil.
"Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak pro-rakyat," tegas politikus kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan pada 17 Juni 1949 ini.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mendorong evaluasi dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan. Omnibus Law menggunakan basis hukum administratif sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.
"Sekarang, sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Pengusaha bisa semena-mena melakukan pelanggaran karena hanya mendapatkan sanksi administratif," katanya menyesalkan.