Waktu Bayi Kurang Gizi, Saat Remaja Yunita jadi Raksasa
''Kalau lapar, dia (Yunita) makan camilan yang disimpan di bawah bantal,'' ujarnya.
Hingga akhirnya, saat duduk di kelas V, Yunita pernah sakit. Tumiyatun dan Padi langsung membawa putrinya tersebut ke RS Siti Fatimah. Setelah diperiksa dan ditimbang, berat badan Yunita sudah mencapai 80 kilogram.
''Saya sadar anak saya gemuk. Tetapi, masih belum begitu khawatir,'' katanya.
Setelah lulus MI, Yunita terpaksa tidak melanjutkan sekolah. Sebab, di sekolah, dia hanya tidur-tiduran. Dia tidak mampu melakukan banyak aktivitas. Begitu pula ketika di rumah, Yunita hanya makan dan tidur.
''Sangat jarang jalan. Waktu MI masih sempat main-main sama teman. Sekarang, berat badannya membuat aktivitasnya terhambat,'' tegasnya.
Selain itu, Tumiyatun mengaku, Yunita sejak lahir divonis dokter mengalami keterlambatan dalam belajar (slow learner). Hal itu pula yang membuat Yunita sering tertinggal pelajaran.
''Seharusnya sekarang Yunita SMA kelas I,'' ujarnya.
Kebiasaan makan dan ngemil terlalu banyak kini membuat berat badan Yunita semakin bengkak. Kini mencapai 110 kilogram. Bahkan, saking besarnya tubuh Yunita, Tumiyatun sulit mencari pakaian untuk anaknya tersebut.
''Beli di pasar gak ada yang muat. Baju saya jahitkan sendiri. Setiap hari harus pakai sarung biar gampang kalau mau ke kamar mandi,'' tuturnya.
Tumiyatun pun mulai merasakan kekhawatiran terhadap anaknya. Mulai makanan yang tidak bisa dikontrol hingga risiko penyakit. Dia berharap anak sulungnya tersebut bisa mendapatkan kembali berat badan normal.
''Saya ingin melarang anak saya makan, tetapi dia sering marah,'' katanya. (ayu/c5/c15 /dos/flo/jpnn)