Wali Murid Protes Jadi ATM Sekolah
jpnn.com - TULUNGAGUNG – Sebagian wali murid akhirnya jengah juga melihat masih adanya pungutan pendidikan di Tulungagung, Jawa Timur. Karena itu, mereka yang tergabung dalam Persekutuan Masyarakat Penegak Transparansi (PMPT) menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Tulungagung Senin (25/8).
Mereka mendesak anggota dewan yang baru untuk lebih gigih berjuang demi masyarakat. Salah satunya, terkait dengan biaya pendidikan. Sebab, hingga saat ini masih banyak pungutan atau tarikan oleh sekolah kepada wali murid.
Sekitar sepuluh demonstran itu mendatangi gedung dewan sekitar pukul 10.00. Mereka membawa beberapa poster bertulisan Wali Murid ATM, Transparan Sekolah Murah, Sekolah Gratis Harga Mati, dan beberapa poster lain.
Demonstran juga membagikan selebaran bertulisan perbup tentang jaminan pendanaan pendidikan kepada masyarakat di sekitar alun-alun dan pengendara yang melintas. Demonstran sebenarnya ingin masuk ke halaman gedung dewan, tetapi masih terhalang tenda. Karena itu, mereka berorasi di depan gedung dewan Jalan R.A. Kartini, Tulungagung. Aksi tersebut juga dikawal puluhan polisi.
Dalam orasinya, demonstran menuding Dinas Pendidikan (Dispendik) Tulungagung tidak prorakyat karena diduga justru menginstruksikan untuk melanggar Perbup 28 Tahun 2014 tentang Jaminan Pendanaan Pendidikan.
Perbub tersebut menyebutkan larangan adanya pungutan atau tarikan oleh pihak sekolah. Namun, kenyataanya, masih banyak sekolah yang melanggar. Bahkan, dispendik mengizinkan tarikan itu. ’’Ini sama saja dispendik menyuruh melanggar perbup. Padahal, dispendik semestinya mendukung pelaksanaan perbup,’’ ungkap Koordinator aksi Cahyo Kurniadi.
Cahyo, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa tarikan oleh sekolah kepada wali murid berkedok penambahan fasilitas sekolah. Selain itu, pungutan terjadi pada daftar ulang. Padahal, sudah ada aturan bahwa tidak boleh ada pungutan pada daftar ulang, hanya melengkapi administrasi.
Sorotan lainnya adalah Bosda dan BOS. Orang tua belum pernah sekali pun mendapatkan transparansi penggunaan dana tersebut. ’’Transparansi sekolah belum ada. Ini menjadi rawan. Yang paling susah adalah wali murid karena selalu dipungut biaya yang jumlahnya tidak sedikit,’’ katanya.