Wamenkumham: Pemerkosaan & Pemaksaan Aborsi Tidak Diatur Dalam RUU TPKS, Nih Alasannya
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan pandangan Pemerintah yang disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy saat rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dalam rapat pembahasan RUU TPKS dengan Badan Legislasi DPR, Kamis (31/3), Eddy menyebut pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur dalam RUU TPKS.
“Komnas Perempuan menyayangkan bahwa perkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur secara khusus di dalam RUU TPKS. Melainkan digantungkan pada pembahasan di RKUHP,” tutur Andy Yentriyani, Selasa (4/4).
Wakil Menteri Hukum dan HAM mengatakan tidak masuknya pemerkosaan dan pemaksaan aborsi di RUU TPKS didasarkan pada pertimbangan untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan regulasi lain.
Menurut dia, pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Eddy juga merupakan Ketua Tim RUU KUHP. Jadi tidak perlu lagi diatur dalam RUU TPKS.
“Saya mampu meyakinkan satu ini, tidak akan pernah tumpang tindih dengan RKUHP, karena kita membuat matriks ketika akan menyusun RUU TPKS. Khusus mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RKUHP," kata Eddy, Kamis (31/3).
Selain soal pemerkosaan, Eddy juga mengusulkan aborsi dihapus dari RUU TPKS. Ini karena aborsi sudah diatur secara rinci dalam pasal 469 RKUHP.
“Mengapa soal aborsi itu kami usul dihapus karena itu diatur dalam Pasal 469 yang dikatakan kemarin mengenai pemaksaan aborsi. Pemaksaan itu kan artinya tanpa persetujuan. Di dalam RUU KUHP itu perempuan yang tanpa persetujuannya kemudian dilakukan pengguguran janin dan sebagainya masuk dalam konteks tindak pidana," tutur Eddy.