Wayan Sudirta Dorong Kejagung Kenakan Pidana Korupsi Bagi Pelaku Mafia Minyak Goreng
Wayan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap prestasi Kejaksaan Agung dalam mengungkap mafia minyak goreng ini. Kejaksaan Agung telah memiliki nilai sensitivitas yang kuat terhadap kehidupan sosial masyarakat. Seperti ini hal seharusnya penegakan hukum kita dipraktikan. Potensi kejahatan akan selalu ada dibalik kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Untuk itu kejelian, sensitivitas, empati terhadap kesulitan masyarkat luas harus juga menjadi pegangan bagi penegak hukum kita baik Jaksa, Polisi, maupun KPK.
“Nilai keadilan, dan kemanfaatan hukum harus selalu didahulukan dari pada nilai kepastian hukum itu sendiri. Mafia minyak goreng bukan hanya bertentangan dengan nilai kepastian hukum, tetapi juga mengingkari nilai-nilai kemanfaatan dan keadilan hukum bagi masyarakat,” kata politikus PDIP dari Daerah Pemilihan Provinsi Bali ini.
Wayan menaruh harapan besar bagi Kejaksaan agar terus berdiri di depan kepentingan masyarakat luas dalam melakukan penegakan hukum.
Sebelumnya, dalam keterangan pers Kejaksaan Agung mengungkapkan nama-nama tersangka kasus mafia minyak goreng yaitu Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Jaksa Agung Burhanuddin menyampaikan duduk perkara yang menjerat keempat tersangka. Perkara ini berawal dari adanya kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada akhir 2021 hingga menyebabkan naiknya harga minyak goreng.
Kemudian, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO atau domestic market obligation dan DPO atau domestic price obligation bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Selain itu, Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," ucap Burhanuddin. Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.(fri/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?