Wayang
Oleh: Dhimam Abror DjuraidNamun, Arjuna menolak maju perang, karena tidak mau bertanding melawan Adipati Karna yang tidak lain adalah saudara sekandungnya, tetapi beda ayah.
Pada detik-detik menentukan itulah Kresna melakukan indoktrinasi kepada Arjuna dan memberinya kuliah mengenai nasionalisme, patriotisme, kebenaran dan kebatilan, serta tugas mulia untuk membunuh demi menegakkan kebenaran.
Dialog Kresna dan Arjuna itu terangkum dalam Bagawadgita yang disusun dalam bentuk tembang.
Bagawadgita menjadi panduan filosofi moral, bahwa pada akhirnya seseorang harus melakukan kejahatan seperti pembunuhan, untuk menegakkan keadilan.
Arjuna luluh oleh agitasi Kresna. Dalam perang tanding esok hari Kresna sendiri yang menjadi kusir kereta perang Arjuna. Pada pertandingan hidup mati itu Arjuna dan Karna beradu kesaktian senjata panah yang menjadi andalan masing-masing.
Pada akhirnya panah Pasopati yang menjadi andalan Arjuna menembus dan membelah dada Karna. Arjuna menangis, tetapi ia puas telah menjalankan darma kepada negara. Karna mati dengan tersenyum. Ia puas telah melaksanakan darma kepada negara.
Nilai-nilai filosofis wayang tertanam kuat dalam jiwa orang Jawa, memengaruhi cara hidup dan cara berpolitik mereka.
Benedict Anderson mengupas tautan antara wayang dan filosofi Jawa. Dalam "Mitologi dan Toleransi Orang Jawa" (Ithaca, 1965) Anderson menampilkan 175 gambar tokoh wayang, dari nenek moyang Pandawa-Kurawa sampai tokoh-tokoh generasi kedua seperti Parikesit.