Wiranto Merupakan Panglima ABRI di Era Pak Harto
jpnn.com, PANDEGLANG - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Wiranto ditusuk dengan benda tajam di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10) siang. Pria kelahiran Yogyakarta berusia 72 tahun itu berada di Banten dalam rangka kunjungan kerja.
Pihak kepolisian saat ini sudah menangkap dua orang menyusul kejadian tersebut. Mereka merupakan pasangan suami istri. Tak lama setelah kejadian, nama Wiranto pun langsung menjadi trending.
Wiranto bukan tokoh baru di negeri ini. Dia pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karier militer Wiranto semakin menanjak ketika ditunjuk sebagai Kepala Staf Kodam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad dan KASAD. Selepas KASAD, ia ditunjuk Pak Harto menjadi Panglima ABRI (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998.
Sebagai tokoh, alumnus SMAN 4 Surakarta ini juga tak lepas dari kontroversi. Wiranto sempat dikaitkan dengan kejahatan perang di Timor Timur.
Selepas menjadi Panglima ABRI, ia diangkat menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid. Numun kemudian mengundurkan diri sesuai dengan Surat Resmi yang dikirimkan dan mendapat balasan dari Gusdur.
Pada 26 Agustus 2003, ia meluncurkan buku autobiografi dengan judul Bersaksi di Tengah Badai yang berisi tentang fakta yang mendukung bahwa Indonesia dan TNI sebagai "Unity" tidak pernah melakukan perencanaan melakukan pelanggaran HAM.
Pada 21 Desember 2006, ia mendeklarasikan Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura) dan tampil sebagai ketua umum partai. Setelah Pemilu Legislatif 2009, tepatnya pada 1 Mei 2009, Wiranto bersama Jusuf Kalla (capres Partai Golkar), mengumumkan pencalonannya sebagai pasangan capres-cawapres yakni Jusuf Kalla sebagai capres dan Wiranto sebagai cawapres yang diusung Partai Golkar dan Partai Hanura.
Kini, Wiranto berstatus Menko Polhukam, menggantikan Luhut Binsar Panjaitan pada Juli 2016. (berbagai sumber/jpnn)