Yakinlah, Umat Islam Indonesia Jadi Teladan bagi Negara Lain
jpnn.com - BEKASI - Inisiator gerakan Nusantara Mengaji Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan keyakinannya bahwa umat Islam di Indonesia akan mampu menjadi contoh bagi negara lain. Namun, harus ada upaya untuk menyiapkan generasi mendatang yang mencintai dan memahami Alquran.
Cak Imin -sapaan akrab Muhaimin- mengatakan hal itu saat menyampaikan kata sambutan pada Khataman Akbar Nusantara Mengaji sekaligus Peringatan Hari Santri Nasional di Masjid Siti Rawani, Bekasi, Minggu (30/10). Menurutnyan, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Tapi untuk menjadi komunitas muslim yang dicontoh negara lain maka umat Islam di Indonesia harus benar-benar mencintai dan memahami Alquran. “Khususnya mencintai, menghafalkan, dan mengamalkan kitab suci tersebut,” katanya.
Pria asal Jombang, Jawa Timur itu pun mengajak segenap umat Islam menjadikan Alquran sebagai pegangan dan pedoman menjalani tantantangan dan kehidupan. Dengan demikian, katanya, umat Islam Indonesia mampu berkompetisi dengan penduduk negara lain namun tetap berpegang kuat pada Alquran.
Lebih lanjut Cak Imin mengatakan, saat ini negara-negara maju telah mengalami krisis. Karenanya, mengasah kekuatan spiritual dengan memahami Alquran sangat penting untuk menghadapi krisis.
Spirit itu pula yang melandasi gerakan Nusantara Mengaji. “Kita harus siapkan generasi tangguh dan tetap memiliki spirit Alquran yang mengakar,” paparnya.
Selain itu Cak Imin juga mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Dalam pandangan Cak Imin, keputusan Presiden Jokowi menandakan penghargaan negara atas peran dan perjuangan para santri.
Cak Imin menuturkan, pada masa perang mempertahankan kemerdekaan, Bung Karno terus menggelorakan semangat mengusur penjajah. Sedangkan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang akhirnya memantik semangat para santri untuk mengangkat senjata mengusur penjajah.
Dengan kecintaan pada tanah air dan ketaatan pada Alquran dan ulama, akhirnya para santri di Jawa Timur mengangkat senjata hingga akhirnya berkobar pertempuran 10 November 1945 yang legendaris. “Santri diikatkan satu komando, angkat senjata, dan tak boleh lari dari perang,” ujarnya.