Yang Menang Mendapat Tepuk Tangan, yang Kalah Bulunya Dicabuti
jpnn.com - AREAL jaba tengah Pura Sanggah Desa di Desa Pakraman Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, terlihat ramai. Pagi itu, Sabtu (9/1), suara riuh sudah terdengar dari kejauhan, sekitar 50 meter. Satu persatu krama lanang di Desa Pakraman Sambirenteng, masuk ke areal jaba tengah. Mereka membawa ayam aduan.
Ada yang membawa seekor ayam, ada pula yang membawa dua ekor ayam. Semua dimasukkan ke dalam tas plastik dan keranjang anyaman bambu yang biasa dimiliki para pencinta adu ayam.
Ayam-ayam itu kemudian diletakkan pada tempat tersendiri. Pemilik ayam dengan sabar menunggu giliran kapan ayam milik mereka dipanggil untuk diadu. Mereka menunggu sambil merokok, mengobrol, ada pula yang sedang memijat ayam miliknya, dengan harapan ayam itu lebih perkasa.
Pertandingan adu ayam yang disebut tabuh rah itu pun menarik perhatian para pria di wewidangan Desa Pakraman Sambirenteng.
Mereka rela berdesak-desakan menonton adu ayam. Mereka berteriak-teriak mendukung ayam jago yang dianggap paling berpeluang menang. Adu ayam itu berlangsung hingga 150 babak dan sudah berlangsung sejak Jumat (8/1) lalu. Ayam yang menang mendapat tepuk tangan meriah dari para pendukungnya. Sementara ayam yang kalah, dibawa keluar arena dalam kondisi sekarat dan tak jarang dalam kondisi mati.
Ayam yang sudah mati itu kemudian diserahkan kepada krama yang bertugas mencabuti bulu ayam, dan membawanya ke gedung serbaguna Desa Sambirenteng, untuk kemudian dimasak. Istimewanya tak ada seorang pun krama dari Desa Pakraman Sambirenteng yang memasang taruhan.
Kepercayaan adat melarang mereka memasang taruhan dan berjudi selama upacara ini berlangsung. Meski masih ada saja krama dari luar desa pakraman yang datang dan sengaja bertaruh dalam ritual sabung ayam itu.
Tabuh rah yang diselenggarakan di jaba tengah Pura Sanggah Desa Pakraman Sambirenteng itu merupakan bagian dari tradisi mecak-cakan,sebuah ritual bhuta yadnya yang rutin diselenggarakan setiap tilem kapitu. Tradisi ini berlangsung secara turun temurun di Desa Pakraman Sambirenteng dan Desa Pakraman Geretek. Dua desa pakraman ini memang bertetangga, dan masih dalam satu wilayah administratif Desa Sambirenteng di Kecamatan Tejakula, sehingga memiliki kemiripan tradisi.