Yang Sulit-Sulit Bisa, Yang Mudah Sulit
Saya pun sering menerima laporan yang sangat menggembirakan: pabrik-pabrik travo, kWh meter, kabel, dan seterusnya kewalahan. Mereka sibuk sekali memenuhi order. Sampai-sampai harus bekerja tujuh hari seminggu.
Kebijakan seperti itu terus dilakukan di PLN. Saya tentu ingin seluruh BUMN memiliki kebijakan pembelian yang mengutamakan produksi dalam negeri. Hal itu bisa ditempuh dengan cara membuat sistem tendernya memang mensyaratkan itu.
Bagaimana kalau di dalam negeri produsennya hanya satu? Bukankah harganya akan lebih mahal karena tanpa pesaing?
Ada cara yang bisa dilakukan. Yakni, sistem cost-plus atau cost-plus-plus. Pabrik tersebut harus mau diaudit mengenai struktur biaya produksinya. Lalu diperiksa harga-harga bahan bakunya. Harga bahan baku tidak bisa di-mark up. Produsen memang pandai, tapi kita tidak boleh bodoh. Itulah prinsipnya.
Jangan memberi peluang pemasok menyembunyikan harga pokok. Dengan demikian, kita akan tahu berapa harga beli yang wajar.
Kita ini sebenarnya tidak bodoh, tapi sogok-menyogoklah yang sering membuat orang pandai tiba-tiba bodoh. Lemahnya pembelaan terhadap produksi nasional sering bukan karena kebijakan yang salah, tapi lebih karena "kebodohan-kebodohan mendadak" seperti itu.
Mestinya kita juga bisa berbuat banyak dalam hal hand phone (HP), misalnya. Semua pihak tahu bahwa saat ini terlalu banyak HP ilegal. Pak Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, sering menyebut lebih dari 70 juta HP ilegal. Bahkan, HP yang ada di Indonesia boleh dikatakan hampir 100 persen impor.
Kalau saja semua HP itu legal, negara bisa memperoleh tambahan dana sedikitnya Rp 30 triliun setahun.