Yerusalem Ibu Kota Israel, Erdogan hingga Taliban Marah
jpnn.com - Deklarasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah satu hal dan memindahkan kedubes ke Yerusalem adalah hal yang lain. Atas dua hal tersebut, Uni Eropa (UE) tidak sepakat dengan Amerika Serikat.
Kemarin, Kamis (7/12), para petinggi organisasi terbesar Benua Biru itu bertemu untuk membahas deklarasi Trump soal Yerusalem. Dalam waktu dekat, mereka juga berkoordinasi dengan Rusia, Jordania, dan AS soal Yerusalem.
’’Sikap UE sudah jelas dan pasti. Kami yakin dan percaya bahwa solusi bagi konflik berkepanjangan Israel dan Palestina hanyalah dengan mewujudkan dua negara berdaulat yang sama-sama beribu kota di Yerusalem,’’ terang Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini dalam jumpa pers sebagaimana dilansir Associated Press. Bersama AS, PBB, dan Rusia, UE adalah bagian dari Kuartet Timur Tengah.
Hari ini Mogherini dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Jordania. Senin (11/12) dia dan delegasi menteri luar negeri UE ganti bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Kota Brussels, Belgia. Sebelumnya, diplomat perempuan asal Italia tersebut juga bertemu dengan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas.
Intinya, menurut Mogherini, UE akan berupaya keras untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina juga. Sebab, selama ini kota yang menjadi jujukan ziarah rohani umat Islam, Kristen/Katolik, dan Yahudi itu memang dibagi dua. Kawasan timur milik Palestina dan kawasan barat milik Israel.
’’UE tetap berpedoman pada solusi damai dua negara,’’ tegasnya.
Sementara itu, Turki mereaksi deklarasi Trump tersebut dengan ancaman. Kemarin PM Binali Yildirim menyatakan bahwa pengumuman yang disambut gembira Israel itu akan menjadi bom bagi perdamaian Timur Tengah.
Sebelumnya, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengungkapkan kekesalannya terhadap AS. Dia menyebut Trump sebagai blender yang membuat masalah Israel-Palestina campur aduk dan kian rumit.