Yuk Berkunjung ke Kampung Bangsawan Kesultanan Islam Pertama di Jawa
![Yuk Berkunjung ke Kampung Bangsawan Kesultanan Islam Pertama di Jawa Yuk Berkunjung ke Kampung Bangsawan Kesultanan Islam Pertama di Jawa - JPNN.COM](https://image.jpnn.com/resize/570x380-80/picture/normal/20160606_092337/092337_916749_kauman_demak.jpg)
"Tak heran jika Nyai Lembah ini dikenal sebagai peletak pertama cikal bakal lahirnya Kerajaan Demak," ujar Imaduddin, kepala Museum MAD, saat ditemui Jawa Pos di salah satu musala yang berjarak sekitar 10 meter dari Makam Sentong Ratu Kamis lalu (2/6).
Ada banyak cara spesial yang dilakukan masyarakat Kauman II, Bintoro, untuk menghormati jasa Nyai Lembah. Salah satunya yang dilakukan empat perempuan itu. Perempuan-perempuan tersebut merupakan orang terpilih.
Mereka adalah hafizah -sebutan bagi penghafal Alquran perempuan- yang bacaannya tidak perlu diragukan lagi. Mereka dipilih untuk mengantar doa suci bagi Nyai Lembah dari bumi agar bisa menembus langit ketujuh. "Sekarang nyadran berjamaah sekali dalam setahun," ucap Imaduddin.
Nyadran atau ruwahan memang tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Jawa menjelang Ramadan. Namun, yang membuat nyadran khusus Nyai Lembah teramat istimewa adalah dilakukan para hafizah.
Dari perkenalan dengan para hafizah, koran ini mengetahui nama-nama mereka. Yaitu Muthoharoh, Masruroh Rahman, Nailatul Muna Ulum, dan Sholihatus Sofiah Faizin.
Bagi Muthoharoh, nyadran untuk Nyai Lembah merupakan kesempatan mulia yang tidak bisa dilakukan sembarang orang. Banyak warga Kauman II yang ingin melakukan kegiatan serupa, tapi tidak percaya diri dengan bacaan Alquran mereka. Karena itu, empat tahun ikut nyadran adalah momen yang mesti disyukurinya.
Harus terus berlanjut di tahun-tahu berikutnya. Dia pun bertekad terus mengasah kemampuan tentang ilmu Alquran agar bacaan yang dilantunkan semakin mengandung kekuatan ajaib. "Lagi pula, hati juga tentrem bisa kirim doa untuk Nyai (Lembah)," ungkap perempuan berkacamata itu sembari tersipu.
Peran Nyai Lembah memang telah tercatat rapi dalam sejarah Kerajaan dan Kabupaten Demak. Lebih khusus lagi di Jalan Kauman II. Sahih. Tidak ada argumen yang sanggup membantahnya. Meski begitu, tugas generasi setelahnya tidak boleh berhenti hanya dengan membaca dan mengagumi peristiwa yang menyejarah. (fai/c9/agm)