Yusniar Pilih Jadi Penyelam agar Bisa Tolong Korban
Bukan hanya itu. Yus yang kala itu masih berstatus mahasiswi UIN Banda Aceh juga sering diminta membantu operasi SAR Aceh apabila ada kejadian orang hilang di laut. Termasuk, menjadi guide bagi personel Basarnas dari daerah lain saat terjadi tsunami Aceh 2004.
Selama kurun waktu empat tahun, karir Yus sebagai atlet selam terus menanjak. Pada 2006 dia pun mendaftarkan diri sebagai PNS (pegawai negeri sipil) di Basarnas dan di Depdikbud Aceh sebagai guru. Dia berhasil lulus di dua instansi tersebut.
Dihadapkan pada dua pilihan, Yus memutuskan untuk masuk Basarnas dengan ijazah SMA dan meninggalkan profesi guru dengan kualifikasi S-1. Dia masuk sebagai satu-satunya rescuer perempuan di Basarnas Aceh karena saat itu seluruh personel rescuer Basarnas adalah laki-laki.
Sejak saat itu, perempuan 35 tahun tersebut makin sering terlibat dalam berbagai operasi SAR. Dia menuturkan, operasi SAR tersulit yang pernah diikuti adalah mencari korban kapal yang terbalik di perairan Takengon, Aceh, pada 2012. Kala itu empat orang hilang.
Karena perairan Takengon cukup dalam, hanya penyelam dengan kualifikasi selam dalam yang boleh turun. Yus masuk kualifikasi tersebut. Bersama seorang penyelam lain, dia berhasil menemukan dua jasad korban kapal di kedalaman 30 meter.
Setelah menaikkan jasad dan istirahat dua jam, Yus kembali menyelam. Kali ini lebih dalam lagi dari penemuan pertama, yakni kedalaman 35 meter.
"Seharusnya saya tidak boleh menyelam lebih dalam dari penyelaman pertama karena rawan dekompresi. Tapi, karena masyarakat sudah berharap-harap, saya ambil risiko. Alhamdulillah berhasil," tutur perempuan yang juga terlibat dalam proses evakuasi pesawat Nomad di Aceh pada akhir 2007 itu.
Salah satu pengalamannya ikut operasi SAR di luar Aceh adalah saat terjadi tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, pada 2006. Kala itu dia tidak menyelam, melainkan menjadi koki di kapal SAR.
Menurut Yus, tidak mudah menjadi koki di kapal SAR. Sebab, saat itu kapal harus berjibaku dengan ombak setinggi 6 meter. Maka, dia pun harus bisa memegang peralatan memasak dengan kuat-kuat agar makanan tidak tumpah. "Syukurlah saya bisa merampungkan tugas memasak itu meski saya sempat mabuk laut karena gelombangnya gede banget," kenang Yusniar.