Yusril: Jokowi Tak Seharusnya Terbebani UU Pilkada
UUD 1945 Tak Mengatur Kewenangan Presiden di Masa Transisijpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa ide yang ditawarkannya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tentang solusi untuk memertahankan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung merupakan upaya untuk mencari jalan terbaik. Yusril beralasan, ada kevakuman aturan dalam UUD 1945 jika masa jabatan presiden tersisa kurang dari 30 hari.
“Nawaitu (niat) kita tentu harus mencari solusi terbaik dan damai. Ada kevakuman pengaturan dalam UUD jika masa jabatan presiden kurang dari 30 hari. Pasal 20 ayat (5) tidak bisa diterapkan,” kata Yusril melalui BlackBerry Messenger, Selasa (30/9).
Merujuk pada Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, rancangan undang-undang (RUU) yang telah disetujui bersama oleh DPR dan pemerintah tidak namun tidak ditandatangani oleh presiden untuk disahkan dalam waktu 30 hari semenjak RUU disetujui, maka RUU itu tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Di sisi lain, masa jabatan SBY sebagai presiden akan berakhir pada 20 Oktober dan digantikan oleh Jokowi yang kini menyandang status presiden terpilih.
Karenanya, melihat pada pengambilan keputusan paripurna DPR pada 26 September lalu maka RUU Pilkada bisa resmi diundangkan di era Presiden SBY maupun setelah Jokowi resmi dilantik. Namun, Yusril menilai tak semestinya Jokowi menanggung beban dari RUU Pilkada itu.
“Jokowi sebagai presiden baru tidak ikut membahas RUU yang sdh disetujui bersama antara presiden sebelumnya dan juga DPR sebelumnya. Karena itu tidak pada tempatnya hal ini menjadi beban bagi Jokowi. Karena itu saya anggap masalah ini harus diselesaikan dengan understanding (kesepahaman, red) bersama antara SBY dengan Jokowi,” ulas Yusril.
Mantan menteri hukum dan perundang-undangan itu menegaskan, UUD 1945 tidak mengatur mengenai presiden dalam masa transisi, khususnya tenggang waktu 30 hari seperti persoalan pengesahan RUU Pilkada. “Di situlah perlunya ijtihad di bidang hukum tata negara,” pungkasnya.(ara/jpnn)