Zero Covid-19 Harus Jadi Tekad Bersama
Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RISebab, sangat berbahaya jika penerapan pembatasan sosial atau PSBB (pembatasan sosial berskala besar) menjadi berlarut-larut. Durasi pembatasan sosial yang berkepanjangan tidak hanya memenjarakan masyarakat di rumah masing-masing, tetapi juga akan menuntun semua orang ke dalam perangkap kebuntuan yang menyebabkan penderitaan berkepanjangan.
Saat ini, situasinya mungkin belum layak disebut buntu karena semua orang masih berharap pandemi Covid-19 segera berakhir dalam jangka dekat, dan dinamika kehidupan bisa segera pulih, termasuk menggerakan mesin perekonomian di semua sektor dan sub-sektor.
Penderitaan akibat menurun atau hilangnya nilai penghasilan komunitas pekerja masih bisa diatasi dengan jaringan pengaman sosial yang disediakan pemerintah, walaupun nilainya terbilang minimalis.
Akan tetapi, jika pandemi Covid-19 tidak segera bisa diakhiri, pembatasan sosial dengan ragam ketentuan pengetatan tentunya harus berlanjut. Misalnya, kegiatan produksi di pabrik harus dihentikan. Kantor-kantor ditutup. Kegiatan distribusi dibatasi dan diperketat. Layanan transportasi masal dikurangi dalam skala ekstrim. Pusat belanja (mal) dan restoran harus tutup. Konsekuensinya, pemutusan hubungan kerja (PHK) pun tak terhindarkan.
Pembatasan yang berlarut-larut akan memerangkap semua orang pada kebuntuan. Tidak ada lapangan kerja yang tersedia walaupun semua orang ingin bekerja untuk mendapatkan penghasilan atau upah. Pada gilirannya, yang terjadi kemudian adalah menggelembungnya jumlah warga miskin.
Kalau Bali berpotensi rugi hingga Rp 135 triliun akibat pandemi Covid-19, berapa banyak pekerja yang tidak lagi berpenghasilan karena tidak bekerja. Maskapai penerbangan lokal mencatat rugi lebih dari Rp 2 triliun. Tentu sangat banyak karyawan yang dirumahkan atau berkurang pendapatannya.
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, tidak kurang dari 30 ribu pekerja sektor pariwisata terancam kehilangan pekerjaan. Sementara itu, dilaporkan juga bahwa petani dan buruh sawit terancam kelaparan karena tidak memiliki akses atas komoditas pangan. Hal ini terjadi karena ekspor sawit melambat.
Bantuan sosial (bansos) sembako dari pemerintah tidak diterima oleh para petani dan buruh sawit. Ini adalah penggalan dari keseluruhan penderitaan yang dialami masyarakat akibat Pandemi Covid-19 yang mengharuskan diterapkannya pembatasan sosial dengan ketat.