jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah Indonesia menempuh jalur diplomasi guna membebaskan tujuh warga negara Indonesia (WNI) anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 yang disandera kelompok bersenjata yang disebut-sebut sebagai sempalan Abu Sayyaf.
Diplomasi yang dilakukan terhadap Filipina membuahkan hasil menggembirakan. Negara yang akan mempunyai presiden baru itu siap mengerahkan 10 ribu pasukan untuk mengepung para penyandera.
BACA JUGA: Penanganan Teroris Tak Perlu Libatkan Militer
Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan Menhan Filipina yang sekarang dan Menhan baru yang akan menggantikan.
"Mereka menyambut baik kedatangan kami," terang dia saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kemarin (28/6).
BACA JUGA: Yakinlah, Ramadan Jadi Berkah bagi Indonesia
Walaupun pada Minggu, mereka tetap menyiapkan pertemuan dengan pihak Indonesia. Padahal, kata dia, Minggu merupakan waktu untuk beribadah bagi masyarakat Filipina.
"Bahkan Menhan Filipina datang ke hotel tempat saya menginap," papar dia. Pertemuan antara dua negara itu berjalan singkat. Hanya dalam waktu dua jam, pertemuan itu selesai dan sudah diambil kesepakatan.
BACA JUGA: DPR Janjikan RUU Sistem Perbukuan Selesai Tahun Ini
Biasanya, ungkap dia, perundingan itu membutuhkan waktu lama. Apalagi, mereka sekarang menyiapkan diri untuk pelantikan presiden dan pejabat baru. Hal itu membuktikan bahwa Filipina sangat menyambut baik perundingan itu.
Menurut dia, dalam rapat itu diputuskan bahwa Filipina siap membantu Indonesia dalam menyelesaikan persoalan penyanderaan terhadap 7 WNI ABK TB Charles.
Ryamizard mengatakan, Filipina siap mengerahkan 10 ribu tentara untuk menyerbu kelompok yang menyandera WNI. Negara itu akan menempuh diplomasi, negoisasi, dan operasi militer untuk membebaskan sandera.
Jika diplomasi dan negoisasi tidak bisa dilakukan, maka operasi militer yang akan dilaksanakan. Namun, biasanya operasi militer selalu menelan korban jiwa. Ia berharap, para sandera tidak ada yang jadi korban dan bisa dibebaskan dengan selamat.
Menurut Ryamizard, penyanderaan 7 WNI itu dilakukan kelompok Abu Sayyaf. Baik untuk 3 WNI yang disandera pertama dan 4 WNI yang jadi korban penyanderaan kedua.
"Pelakunya sama, kelompok Abu Sayyaf," papar dia. Terkait dengan permintaan tebusan, pemerintah tidak akan memberikan tebusan yang dikelompok teroris itu.
Apakah pihak Indonesia bisa masuk wilayah Filipina untuk membebaskan sandera? Ryamizard mengatakan, untuk saat ini pihaknya belum diizinkan masuk. Filipina yang akan berusaha membebaskan sandera.
Jadi, Indonesia hanya menunggu upaya yang dilakukan tentara negara itu. "Penyanderaan kan sudah terjadi. Kami belum bisa masuk," terang dia.
Sedangkan untuk kejadian yang akan datang, jika terjadi penyanderaan lagi, pihak Indonesia diizinkan untuk masuk melakukan pengejaran. Tidak perlu lagi meminta izin presiden.
Cukup dilakukan koordinasi untuk meminta arahan agar pasukan Indonesia bisa melakukan pengejaran. Namun, dia berharap penyanderaan tidak terjadi lagi, dan ini yang terakhir.
Dalam pertemuan antar menhan itu, lanjut Ryamizard, Indonesia dan Filipina siap melakukan pengawalan terhadap kapal yang melintas. Tentara Indonesia akan mengawal kapal sampai perairan Filipina begitu juga sebaliknya. Untuk di perairan Indonesia yang akan melakukan pengawalan adalah Gugus Tempur Laut (Guspurla) TNI.
Nantinya juga akan dilakukan patroli bersama. Namun, butuh dilakukan latihan bersama sebelum patroli dilaksanakan. Memang, sebelumnya pernah dilakukan penandatanganan MoU untuk melaksanakan patroli terkoordinir. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Itet: Vaksin Palsu Merusak Masa Depan Anak Bangsa
Redaktur : Tim Redaksi