Sebelas profesional muda Indonesia berada di Korea Selatan, mulai 6 Juli,untuk mengikuti ‘MIKTA Young Professional Camp’2015. Berasal dari berbagai latar belakang profesi, mereka memiliki harapan berbeda terhadap kelompok 5 Negara MIKTA.
MIKTA Young Professional Camp 2015 berlangsung mulai 6-11 Juli di Seoul Korea Selatan. Sebelas profesional muda dengan berbagai profesi mewakili Indonesia dalam pertemuan ini. Mereka membawa latar belakang dan pengalaman masing-masing untuk bertukar pengetahuan dan berdiskusi dengan 44 pemuda dari 4 negara anggota MIKTA lainnya.
BACA JUGA: KDRT di Australia Dianggap Lebih Mengancam Dibanding Terorisme
Siapa sajakah yang menjadi anggota delegasi Indonesia?, berikut profil singkat mereka.
1. Ima Abdulrahim
BACA JUGA: Periwinkle Berpotensi Jadi Hidangan Laut Populer
Rahimah (Ima) Abdulahim adalah ketua delegasi Indonesia dalam MIKTA Young Professional Camp 2015. Ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif di Habibie Center. Perempuan yang pernah menjadi kader Partai Daulat Rakyat pada Pemilu 1999 ini adalah kandidat Ph.D dalam bidang ilmu politik di Universitas East Anglia, Inggris.
Sebelum mengikuti MIKTA Young Professional Camp di Seoul, Ima sempat menghadiri Konferensi Jaringan Akademik MIKTA, pada bulan Mei lalu. Ima berpendapat bahwa tugas berat delegasi Indonesia dalam pertemuan kali ini adalah untuk memastikan bahwa kelompok 5 negara ini benar-benar mampu memberi kontribusi nyata bagi masyarakat di tanah air.
BACA JUGA: Rasisme Masih Jadi Kanker dalam Konstitusi Australia
"ASEAN saja masih berjuang, pastinya MIKTA juga harus berjuang untuk meyakinkan konstituen di Indonesia," ujarnya.
Ima Abdulrahim. (Foto: about.me/imaabdul)
2. Mutti Anggita
Memilki latar belakang sebagai tenaga pengajar di Universitas BINUS, Jakarta, perempuan berambut pendek ini mengawali perjalanan akademiknya sebagai mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Indonesia. Ia kemudian terbang ke Inggris untuk menempuh pendidikan pasca sarjana di King’s College, London, dan lulus dengan disertasi bertemakan nuklir.
Di samping kesibukannya sebagai dosen, Wakil Kepala Departemen Hubungan Internasional di BINUS ini juga tengah menyelesaikan dua artikel berjudul Senjata Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir (CBRN Weapons) serta Terorisme Kimia, Biologi, radiologi dan Nuklir (CBRN Terrorism). Pada MIKTA Young Professional Camp tahun ini, Mutti ingin membagi pengetahuannya seputar nuklir sebagai sumber energi alternatif.
"Masih banyak orang kurang paham tentang nuklir, melihat nuklir hanya dari sisi negatif, padahal ada potensi yang tersimpan di balik sumber energi ini," utaranya.
Mutti Anggita. (Foto: dokumen pribadi)
3. Wulan Danoekoesoemo
Perempuan yang akrab disapa Wulan ini juga seorang tenaga pendidik di Univeristas BINUS, Jakarta. Dengan pengalaman sebagai psikolog klinis, di tahun 2011, Wulan bersama kedua rekannya mendirikan organisasi non-profit ‘Lentera Indonesia’, yang memberi bantuan kepada para perempuan korban kekerasan seksual. Lewat ‘Lentera’, Wulan dan kawan-kawannya menyediakan program pemulihan trauma dan sesi konsultasi kepada korban kekerasan tersebut.
Ini harapan Wulan pada pertemuan pemuda 5 negara MIKTA kali ini, “Mudah-mudahan pertemuan ini bisa memperluas jaringan kami dan memberi pengalaman budaya yang baru. Selain itu, MIKTA sendiri bisa menjadi kemitraan yang berkelanjutan.”
Wulan Danoekoesoemo. (Foto: dokumen pribadi)
4. Ari Sutanti Siregar
Ari Sutanti Siregar memiliki sejumlah pengalaman di bidang pembangunan sosial. Saat ini, alumnus beasiswa ‘Chevening’ Inggris ini bekerja sebagai Manajer Program Senior di British Council Indonesia. Sebelumnya, ia bekerja di Bank Dunia dalam program pemberantasan kemiskinan sebagai Spesialis Pembangunan Sosial.
Pada tahun 2013, Ari menyelesaikan program ‘IDEAS’ yang diprakarsai oleh yayasan ‘United in Diversity’ dan Sekolah Manajemen ‘Sloan’ di MIT, Boston. Selain pembangunan, lulusan Universitas East Anglia, Inggris, ini memiliki ketertarikan pada bidang tata kelola pemerintahan dan perekonomian ramah lingkungan.
Ari Sutanti Siregar. (Foto: dokumen pribadi)
5. Steven Yohanes Polhaupesy
Satu-satunya pria dalam delegasi Indonesia ini adalah seorang peneliti di Program Studi ASEAN, Habibie Center. Sebelumnya, Steven adalah asisten peneliti di ‘Pusat Studi Strategis dan Internasional’ (CSIS) dan pernah menjadi pembicara dalam sebuah simposium intrenasional bidang Asia Tenggara yang diadakan oleh Universitas Oxford, Inggris.
Pria asal Ambon ini percaya diplomasi yang diemban aktor non-negara bisa memperkuat kebijakan luar negeri Indonesia dalam mempertimbangkan isu-isu strategis.
“Saya berharap ada kesepahaman pandangan melalui dialog dengan para akademisi muda dari negara anggota MIKTA ini, sehingga ada titik konvergensi yang memungkinkan kerjasama maupun pertukaran pengetahuan bisa terjadi,” kemuka pria yang akan melanjutkan studi pasca sarjana di Universitas Lund, Swedia, ini.
Steven Yohanes. (Foto: dokumen pribadi)
Selain Steven, Riesta Aldila juga merupakan anggota delegasi lainnya yang berasal dari Habibie Center. Perempuan berjilbab ini memiliki sejumlah pengalaman bersama LSM internasional.
Namun yang menarik, mayoritas delegasi Indonesia dalam MIKTA Young Profesional Camp 2015 berprofesi sebagai tenaga pendidik. Selain Mutti dan Wulan, Siti Aliyuna Pratisti; Anggia Utami Dewi; serta Avina Nadhila Widarsa juga memiliki profesi yang sama. Dua nama pertama adalah tenaga pengajar di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran. Sementara Avina adalah dosen di Universitas Paramadina. Ia juga merupakan analis pembangunan di Bappenas.
Sementara dua anggota delegasi terakhir memiliki pengalaman media. Astari Rosmalina adalah praktisi media digital di 'Upnormal Pingfans', ia juga salah satu pendiri komunitas Olah Ide Indonesia. Nurina Savitri adalah jurnalis ABC-Australia Plus yang mengawali karir jurnalistik di salah satu TV berita Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia akan Perkuat Jaringan Alumninya di Indonesia