jpnn.com, BANDA ACEH - Delapan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Aceh Tamiang yang bekerja di perkebunan kelapa sawit kabur dari tempat kerja mereka di Malaysia.
Tidak sesuainya upah seperti dijanjikan menjadi alasan 'pemburu' ringgit ini melarikan diri dari tempat bekerja mereka.
BACA JUGA: Pemerintah Harus Evaluasi Kinerja KJRI Penang
Menurut anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman informasi tersebut disampaikan Kepala Pertanggungjawaban DPD RI, Kalimantan Barat (Kalbar) pada dirinya.
Pria yang akrap disapa Haji Uma ini menjelaskan para TKI saat ini di Kabupaten Sanggau, perbatasan Indonesia-Malaysia.
BACA JUGA: Jokowi Sodorkan MoU Ketenagakerjaan ke Mahathir
"Diamankan pihak kepolisian dari Mapolsek Entikong. Sehari sebelumnya juga dilaporkan ada 13 TKI asal Aceh lainnya kabur dari Malaysia," jelasnya, Rabu (14/11).
Dia mengaku telah menghubungi pihak Polsek Entikong, berkomunikasi langsung dengan Waka Polsek, Iptu Eeng. Menurutnya, TKI menempuh perjalanan selama lima hari.
BACA JUGA: Mahathir Bicara soal WNI Halal dan Tak Legal di Malaysia
"Mereka tiba pukul delapan kurang, saat ini masih berada di kantin Polsek Entikong," kata Haji Uma, mengutip informasi dari Waka Polsek.
Masih menurut Waka Polsek, para TKI asal Aceh tersebut selama tiga bulan terakhir bekerja di perusahaan kelapa sawit di Malaysia. Upah mereka terima tidak sesuai dijanjikan akhirnya memilih kabur.
Namun sayangnya, kata Waka Polsek, pasport asli mereka masih ditahan perusahaan tempat mereka bekerja, saat melarikan diri delapan TKI tidak membawa dokumen resmi.
"Mereka sudah bekerja di kebun sawit, upah tidak sesuai kesepatakan atau janji-janji disampaikan saudara H (agen) di Aceh yang memberangkatkan mereka. Kalau menurut perjanjian, misalnya untuk satu tandan sawit sekian, tapi sampai di sana yang mereka terima sangat tidak sesuai. Akhirnya mereka kembali ke Indonesia. Pasport asli mereka masih ditahan oleh perusahaan," terangnya.
Terkait dengan pengembalian pasport, kata Waka Polsek, biasanya lewat Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia.
"Ini sudah kita terima laporannya, selanjutnya minta Konjen untuk dapat meminta pihak perusahaan tempat para TKI bekerja untuk mengembalikan paspor, ini- kan kasihan mereka pak," kata Iptu Eeng kepada Haji Uma.
Dalam percakapan dengan Waka Polsek, Haji Uma meminta kesempatan untuk dapat berkomunikasi dengan salah satu TKI bernama Ano, warga Dusun Bandar Setia, Kecamatan Hulu, Aceh Tamiang.
Ano menyampaikan bahwa masih ada lima orang lagi warga Tamiang di perkebunan kelapa sawit tempat mereka bekerja sebelumnya bersiap untuk kabur. Namun, saat ini mereka masih memilih bertahan sambil menunggu kesempatan yang tepat untuk kembali ke Aceh.
Upah dijanjikan oleh pihak sponsor (agen) satu tandan kelapa sawit kalau dirupiahkan Rp 4.000, nyatanya sudah sampai di Malaysia, kerja selama tiga bulan besaran upah diterima hanya 30 sen satu tandan.
"Potong uang makan saja sudah habis, kami kerja cuman manen sawit, besaran upah tergantung ada yang 1000 ringgit ada yang 600 - 700 ringgit sebulan. Karena tidak sesuai makanya kabur, lima hari kami diperjalanan. Kami ada 13 orang dari Aceh Tamiang, yang kabur ada delapan, termasuk saya," ujarnya.
Kepada Haji Uma, Ano dan rekan - rekannya menyatakan kalau sudah di Aceh akan berpikir ulang untuk kembali bekerja mencari nafkah di Malaysia.
Lebih lanjut Haji Uma menyampaikan bahwa dirinya akan mencoba berkoordinasi dengan para pihak terkait di Jakarta untuk dapat membantu agar pihak perusahaan dapat bertanggungjawab terhadap para TKI, termasuk persoalan parpor dan memenuhi besaran upah sebagaimana dijanjikan. (slm/mai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Isu Penting Yang Dibicarakan Jokowi-Mahathir
Redaktur & Reporter : Budi