jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pegiat literasi digital sepanjang 2021 telah menghasilkan 15 karya modul dan buku tentang literasi digital.
Buku tersebut di antaranya sembilan modul privasi perlindungan diri dalam sembilan edisi bahasa daerah yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Minang, Aceh, Palembang, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
BACA JUGA: Menkominfo Bicara Tentang Ruang Digital, Begini
Para pegiat literasi digital tersebut berasal dari berbagai institusi dan komunitas yang terus berkolaborasi menghasilkan panduan hidup di ruang digital.
Mereka ialah Devie Rahmawati, Mila Viendysari, Rienzy Kholifatur R dari Klinik Digital Vokom dan Digital Makara Project (DMP), Rizky Ameliah, Rangga Adi Negara dan Indriani Rahmawati, yang merupakan Tim Literasi Digital Kementerian Kominfo dan bagian dari GNLD Siberkreasi; serta Giri Lumakto dari Mafindo.
BACA JUGA: Siapakah Pengusaha di Jakarta yang Memesan 13 Remaja Putri? Inilah Fakta-faktanya, Terbongkar
Adapun judul modul dan buku yang diproduksi sepanjang 2021 ini ialah Modul Strategi Hidup di Dunia Digital; Keamanan di Dunia Digital; Literasi Digital Keluarga.
Kemudian, berjudul Rahasia Hidup Sehat dan Selamat di Ruang Digital; Pelatihan Dasar CPNS serta Buku Nimfa Kebencian di Dunia Digital.
BACA JUGA: Ini Ciri-Ciri Pelaku Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Perhatikan
“Pandemi 2020 lalu telah mengantarkan masyarakat kita menjadi mendadak digital, di mana ruang digital selain menghadirkan “madu”, namun juga disertai “racun” yaitu tantangan 8 P : penghilangan data pribadi, perjudian online, perdagangan manusia dan narkoba, pornografi, perundungan, penipuan keuangan online, praktik kecanduan gawai dan budaya koruptif di ruang digital dan penyebaran berita bohong,” ujar Founder Klinik Digital Vokom dan DMP Devie Rahmawati.
Luas dan beragamnya Indonesia, kata dia, membutuhkan konten dan komunikasi yang mampu diperhatikan, didengar dan dipahami oleh berbagai corak dan ragam masyarakat.
"Inilah yang kemudian mengilhami kami untuk membuat modul literasi digital dalam berbagai bahasa daerah. Kami percaya, dengan kedekatan materi dengan latar belakang sosio kultural, pesan akan lebih mudah ditangkap dan dilakoni," kata Devie yang juga Pembina Komunitas Mahasiswa Fact Checker UI.
Pengajar dan peneliti tetap Vokasi UI itu mengatakan modul dan buku ini diproduksi sebagai bagian dari upaya melakukan vaksinasi bagi masyarakat, agar imun dari virus kebencian di dunia maya misalnya, akibat beredarnya berbagai berita bohong di ruang digital.
"Dalam studi yang dilakukan oleh kami tahun 2020 lalu, ditemukan bahwa, sebagian masyarakat saja, merasa bahwa media sosial adalah media yang memiliki jurnalis atau wartawan. Sehingga ketika berita bohong beredar di media sosial, masyarakat pun berpikir itu adalah kebenaran, karena mereka berkeyakinan bahwa media sosial juga institusi media yang profesional, karena merupakan media atau seperti kantor berita,” kata Devie Rahmawati.
Koordinator Literasi Digital sekaligus Wakil Ketua GNLD Siberkreasi Rizky Ameliah menambahkan siberkreasi sebagai wadah kolaborasi lebih dari 119 institusi dan komunitas pegiat literasi digital.
Semenjak 2017, bersama Kominfo, membangun Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang bertujuan meningkatkan kesadaran, pendidikan dan pengalaman masyarakat di dunia digital.
"Awal tahun 2021, Siberkreasi bersama Japelidi dan Kominfo telah meluncurkan empat modul literasi digital (ketrampilan, keamanan, etika dan budaya), yang kemudian sudah disampaikan kepada lebih dari 12.500.000 masyarakat lewat pelatihan Makin Cakap Digital. Tentu saja, modul-modul tersebut perlu diperluas dan diperkuat dengan kehadiran modul atau panduan teknis lainnya, agar masyarakat digital Indonesia yang berdaya dapat terwujud,” ujarnya.
“Berbagai materi ini dapat diperoleh masyarakat secara gratis di literasidigital.id. Kami ingin, siapapun tanpa terkecuali dapat memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sama. Karena pada tahun 2024, Kementerian Kominfo dan Siberkreasi berharap minimal 50 juta masyarakat sudah terliterasi digital,” sambung Rizky Ameliah, yang akrab dipanggil Kiki.
Co – Founder Digital Makara Project (DMP) Mila Viendyasari menambahkan pihaknya bergotong royong menghasilkan 15 modul dan buku ini, yang isinya dimaksudkan memberikan panduan sederhana yang dapat dengan mudah diikuti oleh berbagai kalangan baik di perkotaan maupun pedesaan.
"Dari mulai bagaimana memggunakan perangkat digital, memproduksi konten, bernavigasi di kanal komunikasi digital, memahami piranti keras, berpikir kritis, memverifikasi dan mendistribusi informasi, berpartisipasi dalam diskusi digital serta taktik berkolaborasi yang sehat di ruang digital,” kata Mila. (rhs/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti