16 Bulan Rodrigo Duterte jadi Presiden, Aman tapi Mencekam

Rabu, 25 Oktober 2017 – 00:05 WIB
Angkutan kota khas Filipina Jeepney, menenuhi jalanan di kawasan Roxas Boulevard, Pasay, Metro Manila. Kawasan ini dianggap salah satu titik paling tidak aman di Manila. Foto: Ainur Rohman/Jawa Pos

jpnn.com - Rodrigo Duterte baru 16 bulan menduduki takhta sebagai presiden Filipina. Namun, pengaruhnya sudah luar biasa.

Manila terasa lebih aman, tapi juga mencekam. Melihat mayat bergelimpangan di jalan itu hal biasa.

BACA JUGA: Maute Tamat, Duterte Malah Ketakutan

Ainur Rohman, Manila

Jarak antara Bonifacio Global City ke wilayah Roxas Boulevard tak lebih dari 10 kilometer. Masih sama-sama berada di kawasan Metro Manila. Namun, perbedaan wajah dua kawasan tersebut keterlaluan jauhnya.

BACA JUGA: Duterte Larang Polisi dan Tentara Ikut Membasmi Narkoba

Bonifacio adalah distrik bisnis yang sangat modern. Tata kotanya, kerapiannya, kebersihannya, dan keapikannya mirip sekali dengan Singapura atau pusat Kota Kuala Lumpur. Rasanya seperti tidak berada di Filipina. Asing sekali.

Bonifacio terletak beririsan dengan tiga kota lain yang masih berada di Metro Manila, yakni Makati (sebelah utara), Taguig (selatan), dan Pateros (timur).

BACA JUGA: Fadli Bandingkan Elektabilitas Jokowi dengan Putin & Duterte

Distrik bisnis yang dibangun sejak akhir 1990-an dan terus diperbarui setiap tahun itu memiliki area sekitar 240 hektare.

Namun, keluar sedikit saja dari Bonifacio, kita akan merasakan Filipina ”yang sesungguhnya”. Jalanan becek; pedagang kaki lima memenuhi bahu jalan; gelandangan tidur seenaknya, di mana saja.

Jamak pula dilihat ibu-ibu memandikan anak-anak mereka tepat di tepi jalan pada pagi dan sore hari.

Itu sudah lengkap dengan sabun dan sampo. Jadilah air berbusa tersebut sering memenuhi trotoar dan agak menyulitkan pejalan kaki.

Tetapi, yang paling khas dari Filipina adalah lalu lintasnya. Jalanan didominasi jeepney, angkutan umum khas Filipina yang terinspirasi dari jip peninggalan Perang Dunia II.

Becak bermotor alias tricycle dan becak tidak bermotor atau pedicab berderet-deret antre menunggu penumpang. Kawasan kumuh dan miskin terpampang di sudut-sudut tersembunyi Metro Manila.

Namun, ada satu nama yang sangat memengaruhi denyut nadi dan debar mental penduduk Manila setidaknya dalam 16 bulan terakhir.

Dia adalah Rodrigo Duterte. Mantan wali kota Davao, wilayah di Mindanao, pulau paling selatan di Filipina, itu terkenal di seluruh dunia karena aksi koboinya dalam membantai penjahat dan gembong narkotika.

Dalam laporan Kepolisian Nasional Filipina, ada sekitar 7.000 pelaku tindak kriminal yang dibunuh begitu saja oleh petugas.

Itu hanya data yang dikumpulkan sejak 1 Juli 2016 (satu bulan sejak Duterte dilantik sebagai presiden) sampai Januari 2017.

Karena kontroversi semakin luas dan suara-suara keras datang dari penjuru dunia, kepolisian tidak lagi merilis data pelenyapan nyawa.

Namun, diyakini, pembunuhan terus terjadi. Dan bagi orang-orang Filipina, melihat mayat bergelimpangan di jalanan itu adalah hal yang sudah sangat biasa.

”Bulan lalu saya melihat dua mayat di Pasay ini,” kata Allan Maranan, petugas keamanan di The Heritage Hotel Manila. ”Akhir-akhir ini itu hal yang umum terjadi di sini. Biasa saja,” ucapnya lantas tersenyum.

Chief Operating Officer Liga Basket Asia Tenggara (ABL) Jericho Ilagan mengatakan bahwa aksi Duterte berdampak instan pada keamanan Manila.

Beberapa kawasan menjadi jauh lebih aman. Kejahatan-kejahatan di jalan raya sudah jauh berkurang.

Ilagan mencontohkan situasi di jalanan Roxas Boulevard, Pasay. Dalam dua atau tiga tahun yang lalu, orang-orang sangat ketakutan untuk berjalan-jalan di kawasan itu.

Meskipun suasana ramai, mereka akan memegang barang-barang berharga seperti dompet dan handphone dengan erat-erat. Kalau bisa dipeluk. Tidak bisa sembarangan karena kejahatan jalanan begitu parahnya. ”Mirip dengan Rio de Janeiro,” kata Ilagan menganalogikan.

Namun sekarang, kasus pencopetan dan penjambretan di Pasay dan di semua kota lain di Metro Manila sudah jauh berkurang.

”Coba saja kita malam-malam berjalan-jalan di kawasan tersebut. Aman-aman saja,” katanya menantang.

Saya akhirnya memenuhi permintaan Ilagan. Rabu malam lalu (18/10) saya menyusuri beberapa kawasan merah Roxas Boulevard.

Saya beberapa kali ditawari masuk ke tempat-tempat hiburan oleh perempuan-perempuan berpakaian seksi di pinggir jalan.

Saya juga diajak pemuda-pemuda yang menjadi makelar pub dan karaoke untuk mampir ke tempat mereka.

Saya juga melewati hotel-hotel mesum short time bertarif murah yang bertebaran di wilayah tersebut. Dan secara umum memang biasa saja. Mereka memang menawarkan, tetapi sama sekali tidak memaksa dan mengancam.

Namun, keamanan memang menjadi fokus utama orang-orang Filipina. Contohnya adanya satpam bersenjata yang menjadi penjaga minimarket-minimarket kecil di wilayah tersebut.

Toko-toko itu menjual bebas segala jenis minuman keras. Namun, mereka tidak mengizinkan orang-orang pembeli alkohol untuk nongkrong di dalam toko.

Ilagan menyatakan bahwa Duterte membawa dampak yang sangat besar. Namun, dia meragukan jika semua pembunuhan tersebut dilakukan polisi.

Ilagan yang merupakan anggota keluarga salah satu klan politisi yang disegani di Filipina justru curiga mayat-mayat yang bergelimpangan di jalanan itu adalah hasil peperangan sesama gembong narkotika.

”Suatu kali saya pernah menanyakan kepada seorang saksi mata siapa yang sebenarnya membunuh orang-orang ini. Nah, si saksi itu mengatakan polisi. Saya tanya lagi, indikasinya dari mana? Jawabnya adalah dari baju bertulisan polisi yang dipakai orang itu,” kisah Ilagan.

”Saya tertawa mendengar jawaban tersebut. Ayolah, semua orang bisa saja mencetak kaus bertulisan polisi,” imbuhnya.

Ilagan memprediksi Duterte membiarkan gembong-gembong narkoba berperang dan saling bunuh sendiri.

Semakin sedikit penjahatnya, pemerintah dan polisi akan lebih mudah mengontrol kejahatan. ”Buktinya, kasus kriminal menurun drastis,” ucapnya.

Manila yang semakin aman itu juga dirasakan Rosyidan, pendiri majalah Mainbasket. Pria asal Mataram tersebut pernah pergi ke Filipina pada 2013. Waktu itu suasana memang terlihat cukup genting.

Bahkan, sebuah pom bensin kecil saja sampai harus dijaga petugas yang mencangklong senjata laras panjang M-16. Dan ketika kembali datang ke Manila tahun ini, pemandangan tersebut tidak ada lagi.

”Seorang pemain basket Filipina pernah bercerita kepada saya bahwa perdagangan narkoba di Filipina itu seperti jualan permen saja. Bebas sekali,” kata Idan, panggilannya.

Namun, tidak semua setuju dengan aksi Duterte. Sebab, banyak orang yang sekarang cemas. Mereka tidak hanya takut kepada penjahat, tetapi juga kepada polisi. Sebab, penembakan dan pembunuhan semakin sering terjadi dan makin liar.

”Duterte? Ya 50:50 lah. Ada sisi baiknya. Ada buruknya. Sekarang kami juga sangat ngeri dengan polisi. Mereka bisa membunuh leluasa dengan alasan bahwa kami adalah penjahat,” ucap seorang wartawan situs berita ternama Filipina kepada saya. Dia menolak identitas dan nama medianya saya tulis. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Duterte Ikhlas Anaknya Dihabisi Death Squad


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler