jpnn.com, JAKARTA - Jakarta Biennale 2024 bakal dimeriahkan oleh 18 karya seniman residen Baku Konek yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki mulai 1 Oktober - 15 November 2024.
Baku Konek 2024 adalah program residensi yang diinisiasi oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Manajemen Talenta Nasional (MTN) Bidang Seni Budaya, berkolaborasi dengan komunitas-komunitas dan kolektif seni di berbagai daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Guru Seni Budaya SMKN 56 Jakarta Pegang Paha, Tangan, Bahu 11 Siswi
Dalam sesi diskusi Artist Talk: Baku Konek yang diadakan pada Jumat, 4 Oktober 2024, beberapa seniman perwakilan dari berbagai daerah turut hadir untuk berbagi pengalaman dan pandangan mereka terkait program ini.
Mereka antara lain berasal dari Sumenep, Aceh, Majalengka, Yogyakarta, dan Tulungagung.
BACA JUGA: Libatkan 17 Nama, Dongker Rilis Kaset dan Buku di 4 Negara
Salah satu seniman yang terlibat dalam program Baku Konek adalah Agustin Dwi Maharani, perwakilan dari Komunitas Gulung Tukar (Tulungagung) yang berkolaborasi dengan Komunitas Susur Galur di Pontianak.
Agustin mengungkapkan ketertarikannya pada program ini karena peluang besar untuk berkolaborasi dan menjalin relasi dengan pelaku seni dan budaya di luar Jawa.
Di Jakarta Biennale, Agustin dan komunitasnya memamerkan karya bertajuk “Mengairi Sekitar, Memaknai Kehidupan”.
Karya tersebut merupakan hasil dari residensi di Pontianak yang memadukan dialog dengan berbagai entitas di beberapa wilayah perkampungan sungai, seperti Kampung Kuantan Laut dan Kampung Banjar Serasan.
Agustin mengatakan melalui penelitian lintas budaya dan pendekatan seni rupa, karya ini menyoroti peran krusial Sungai Kapuas sebagai sumber kehidupan serta cerminan ikatan sosial dan nilai-nilai spiritual masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Kami berusaha memposisikan diri sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat untuk benar-benar bisa merasakan dan memahami masalah sosial yang ada. Karya ini bukan hanya sekadar pajangan, tetapi ruang untuk membangun kesadaran kolektif dan mengkaji tantangan masyarakat saat ini,” ungkap Agustin Dwi Maharani.
Selain Agustin, seniman lain yang merasakan manfaat dari program Baku Konek adalah Nani Nurhayati dari Majalengka, Jawa Barat.
Nani pertama kali mengetahui program residensi Baku Konek melalui media sosial. Ia tertarik mengikuti program ini karena ingin terkoneksi dengan pelaku seni dan budaya dari berbagai kota dan provinsi.
Dari hasil residensinya bersama komunitas Sikukeluang di Pekanbaru, Nani mengangkat soal ritual pengobatan tradisional Melayu-Riau. Temuannya berupa rempah-rempah dan audio ia ramu menjadi sebuah karya instalasi yang apik bertajuk “Tepung-Pa-Tepung”.
Keberhasilan Baku Konek 2024 merupakan momentum penting, khususnya dalam hal berjejaring, kolaborasi, serta eksplorasi artistik dalam konteks seni rupa kontemporer. Residensi Baku Konek membuka pintu bagi seniman muda seperti Agustin dan Nani untuk belajar dan berbagi pengalaman dengan komunitas seni di seluruh Indonesia.
Berbekal keberagaman latar belakang peserta, Baku Konek menjadi salah satu sorotan penting dalam perhelatan Jakarta Biennale 2024, membuka jalan bagi masa depan seni rupa Indonesia yang lebih inklusif dan terhubung, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Karya-karya yang dipamerkan juga menunjukkan peran lain karya seni di luar sisi artistiknya, yakni sebagai cerminan, respons, hingga pendorong perubahan sosial, lingkungan, serta budaya. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul