jpnn.com - JAKARTA – Pertempuran 10 jam dengan kelompok Abu Sayyaf yang menewaskan 18 pasukan spesial militer Filipina di Pulau Basilan pada Jumat (9/4), mendapat sorotan masyarakat internasional.
Angka korban dari pihak militer Filipina yang cukup besar tersebut jelas menghadirkan kritik.
BACA JUGA: Kronologis Pertempuran 10 Jam Pasukan Khusus dengan Abu Sayyaf
Menurut lansiran The Wallstreet Journal, pihak militer sebenarnya diberikan mandat untuk memburu pimpinan Abu Sayyaf Isnilon Hapilon sebagai respon penyanderaan.
Namun, hasil konflik senjata terbaru membuktikan bahwa pihak militer belum siap untuk menumpas kelompok teroris setaraf Abu Sayyaf.
BACA JUGA: Serangan ke Abu Sayyaf Gagal Total, 18 Pasukan Khusus Tewas
Padahal, pemerintah Filipina telah mendapatkan bantuan USD 441 juta (Rp 5,7 triliun) dari Amerika Serikat (AS) untuk peningkatan kekuatan anti terorisme.
’’Saya menilai bahwa program tersebut merupakan buang-buang uang dan investasi yang buruk dari AS. Dana tersebut sudah dikucurkan sejak 2002 hingga 2013 namun hasil nyata tidak terlihat,’’ ujar Zachary Abuza, pakar keamanan Asia Tenggara di Universitas National War, AS.
BACA JUGA: Pemilihan Sekjen PBB Akan Mendobrak Tradisi
Berbeda dengan Indonesia yang sudah mengurangi banyak kegiatan terorisme, aksi terorisme di Filipina justru meningkat 13 kali lipat pada periode 2002-2013. (bil/idr/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap Serang AS, Kim Jong-un: Semua Musuh dalam Jangkauan
Redaktur : Tim Redaksi