181 Ribu PNS Terancam Mundur

Jumat, 14 Maret 2014 – 12:09 WIB

SURABAYA - Selain soal logistik, ternyata ada masalah teknis yang tidak kalah gawat. Yakni, masalah administrasi. Bila tidak segera klir, sekitar 30 persen atau lebih dari 181 ribu di antara total kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) terancam mundur karena mereka semua berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Hal itu diungkapkan Komisioner KPU Jatim Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Data Choirul Anam. "Ada surat edaran dari Kemen PAN-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) No 7/2009. Intinya, PNS yang menjadi penyelenggara pemilu harus mendapat izin dari atasannya," tuturnya. 

Padahal, sejauh ini semua PNS yang menjadi penyelenggara pemilu tidak pernah mendapat izin tertulis dengan alasan memang tidak mengganggu tugasnya sebagai PNS. Tetapi, surat edaran tersebut membuat mereka resah. "Bahkan, banyak di antaranya yang sudah mengajukan diri menjadi KPPS akan mundur bila belum ada kejelasan mengenai hal ini," tambahnya. 

Bila mundur, yang pusing adalah KPU. Bahkan, pileg pun terancam kisruh. Sebab, di antara total 604.744 KPPS di seluruh Jatim, sebanyak 181.423 orang merupakan PNS. Kebanyakan adalah guru. Jika memang mundur ramai-ramai, ini menjadi bencana bagi KPU. "Terus terang, kalau mundur semua, kami pasti pusing. Tak mudah mencari pengganti sepertiga personel KPPS dalam waktu dekat," tambahnya. 

Untuk itu, mantan komisioner KPU Surabaya tersebut mendesak Gubernur Jatim Soekarwo agar mengeluarkan kebijakan khusus. Yakni, memberikan surat izin secara kolektif kepada 181 ribu PNS yang menjadi KPPS. "Biar mereka merasa aman dan tidak menjadi masalah di kemudian hari," ujar Anam. 

Harapan Anam tersebut, tampaknya, terkabul. Sebab, Pemprov Jatim mengisyaratkan bakal memenuhinya. "Pada prinsipnya, tidak ada masalah. Tapi, ada beberapa hal teknis yang harus dilakukan terlebih dahulu," jelas Kepala Badan Kepegawaian Daerah Akmal Boedianto. 

Yang justru menjadi fokus Akmal adalah netralitas PNS dalam kampanye mendatang. "Kami akan menindak tegas bila ada PNS yang terbukti tidak netral dan memihak parpol/caleg tertentu. Sebab, PNS tak boleh terlibat langsung dengan politik," ucap lulusan Fakultas Hukum Unair tersebut. 

Akmal menambahkan bahwa imbauan PNS netral itu sudah tercantum dalam surat edaran dari gubernur. "Kalau ada PNS yang ikut kegiatan, mereka hanya boleh bersifat pasif dan mendapatkan surat tugas resmi dari atasan," paparnya. 

Akmal juga mengatakan, meski PNS memiliki hak pilih, mereka harus menggunakannya secara proporsional dan terukur dalam konteks sendi demokrasi kebangsaan. "Tidak bisa ngawurmendukung begitu saja. Apalagi, sampai menggunakan fasilitas negara." 

Untuk itu, lanjut Akmal, pihaknya menunggu laporan dari masyarakat ataupun Bawaslu bila pada masa kampanye ditemukan PNS aktif yang menjadi corong kekuatan politik tertentu. "Bila terbukti, konsekuensinya berat. Bila derajat kesalahannya sudah sangat berat, seperti menjadi operatormoney politics, tak tertutup kemungkinan dipecat," tegasnya. (ano/c7/end)

BACA JUGA: Rp 5 Miliar untuk Alat Pencetak E-KTP

BACA ARTIKEL LAINNYA... Asap Pekat Picu Kecelakaan, Dua Tewas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler