2 Negara Ini Bakal Menyalip Indonesia Jika Tidak Ada Transformasi Ekonomi

Selasa, 02 November 2021 – 22:24 WIB
Pemerintah menargetkan tranformasi ekonomi melalui teknologi digital untuk keluar dari middle income trap pada 2045. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah memaksimalkan transformasi digital untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) 2030.

Pemerintah menargetkan teknologi menjadi pendukung penciptaan kenyamanan dan peningkatan kualitas hidup agar menjadi lebih hijau, berkelanjutan dan inklusif.

BACA JUGA: Penjelasan Gus Halim Soal Data Berbasis SDGs Desa, Simak

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, dan Kepala Sekretariat Nasional SDG, Dr. Vivi Yulaswati, MSc menyatakan ada 17 goal, 169 target, dan berdasarkan edisi terakhir ada 289 indikator, yang harapannya jadi petunjuk untuk mencapai target-target SDGs.

"Capaian SDGs selama ini, sekitar 70 persen sudah on track, namun masih ada 30 persen belum tercapai atau membutuhkan perhatian khusus, karena sebagiannya masih stagnan atau mengalami perburukan," ucap Vivi di Jakarta, Selasa (2/11).

BACA JUGA: NDC, SDGs, dan Paradigma Baru Tata Ruang

Vivi menjelaskan SDGs memberikan landasan kokoh menuju Indonesia maju, dengan mimpi pementasan dari middle income trap pada 2045.

Pascapandemi, dibutuhkan pertumbuhan PDB tahunan enam persen untuk membawa Indonesia menjadi negara maju dan terlepas dari middle income trap.

BACA JUGA: Tuntaskan Data Desa SDGs, Mendes PDTT Blusukan di Jawa Barat

"Tanpa transformasi ekonomi, pendapatan per kapita Indonesia akan disalip Filipina pada 2037 dan Vietnam pada 2043,” tutur Vivi.

Lebih lanjut, dalam pembangunan nasional terdapat juga kajian lingkungan hidup yang menjadi backbone untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih hijau.

"Salah satunya melalui pembangunan rendah karbon. Aksi nyata ini disebut sebagai ekonomi sirkular," ungkap Vivi.

Dia membeberkan implementasi ekonomi sirkular harus dilakukan pada lima sektor prioritas seperti makanan dan minuman, perdagangan grosir dan eceran, tekstil, peralatan elektronik, dan konstruksi.

Dampaknya, lanjut Vivi, diprediksi pada 2030 akan meningkatnya PDB sebesar Rp 593-638 triliun, terciptanya 4,4 juta lapangan kerja (neto), 75 persen di antaranya berpotensi untuk perempuan.

Kemudian, meningkatnya tabungan rumah tangga sebesar 9 persen, mengurangi timbulan limbah sektoral sebesar 18-52 persen dibandingkan skenario BaU, berkurangnya emisi CO2e sebesar 126 juta ton dibandingkan skenario BaU.

"Hingga berkurangnya penggunaan air sebesar 6,3 miliar meter kubik, dibandingkan skenario BaU," beber dia.

Menurut Vivi, perusahaan dapat berkontribusi untuk pencapaian SDGs dengan cara berinvestasi pada masyarakat, memasukkan kelompok marginal dalam rantai nilai, membayar harga yang adil dan penerapan standar-standar kepada supplier.

Tidak hanya itu, tetapi memahami dampak bisnis terhadap lingkungan, penghematan energi, serta menerapkan procurement berkelanjutan.

Faktanya, kata Vivi, 4 dari 10 perusahaan atau 40 persen dalam kelompok 250 perusahaan terbesar global telah mengadopsi prinsip-prinsip Sustainable Business.

"Seperti dicatat dalam laporan tahunannya. Perhatian terbesar pada isu-isu perubahan iklim, konsumsi yang bertanggung jawab, pekerjaan layak, kesetaraan gender, dan pertumbuhan ekonomi," kata dia.

SVP Asia Pacific Energy, Sustainability & Industrial Frost & Sullivan, Ravi Krishnaswamy mengatakan data UN mengenai status SDGs menunjukkan Asia Tenggara sudah memiliki kemajuan yang signifikan di beberapa goal SDGs.

Namun, masih ada beberapa kekhawatiran terutama dalam hal kemiskinan akibat pandemi COVID-19.

Banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa sehingga pendapatan mereka tertekan, bahkan sebagian lainnya kehilangan mata pencaharian.

"Masih ada jutaan masyarakat juga yang belum terhubung secara digital, sehingga pemerintah perlu melakukan berbagai cara untuk memperkuat infrastruktur, konektivitas antara pusat ekonomi dan wilayah penunjang," beber dia.

VP Internet of Things Telkomsel Alfian Manullang memaparkan komitmen perusahaan dalam mendukung transformasi digital di tanah air.

Pemerintah dan perusahaan telah melakukan berbagai inisiasi mengenai infrastruktur, yakni dengan menggelar program Merah Putih.

"Bertujuan untuk memberikan akses jaringan di seluruh wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T) dan program Universal Service Obligation (USO) dengan target menjangkau lebih dari 11 ribu desa tanpa akses internet," kata Alfian.

Perusahaan juga menggunakan teknologi berkelanjutan, seperti solar cell (bertenaga matahari), energi hydropower (tenaga air), dan fuel cell (alat konversi elektrokimia yang menghasilkan listrik dengan gas buang berupa uap air/zero emission).

Selain itu, perusahaan juga fokus untuk menghadirkan teknologi 5G, dimana otomatisasi dan robotisasi yang dapat dihadirkan teknologi tersebut akan berperan dalam mengatasi pandemi yang melanda saat ini.

Country Managing Director, PT. Cisco Systems Indonesia Marina Kacaribu menyatakan komitmennya dalam menyediakan teknologi dan solusi digital bagi organisasi publik maupun swasta.

Diharapkan semua pihak dapat memiliki connected secured automated business yang berkelanjutan dan mendukung agenda digitalisasi nasional.

“Tentunya, kami memiliki tanggung jawab yang besar, ada dua hal yang sangat relevan untuk Cisco, yakni percepatan transformasi digital dan keberlanjutan (sustainability)," tegas Marina. (mcr10/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Tidak Hanya Mengajak tetapi juga Mengimplementasikan Upaya Pencapaian SDGs


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler