jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mulai menyidangkan perkara unlawful killing terhadap empat laskar Front Pembela Islam (FPI), Senin (18/10).
Terdakwa dalam perkara itu ialah Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella.
BACA JUGA: Simak Kabar Terbaru Sidang Dugaan Pembunuhan 6 Laskar FPI
Jaksa penuntut umum (JPU) yang membacakan surat dakwaan pada persidangan perdana itu mengungkapkan empat laskar FPI mencoba merebut senjata polisi.
Menurut JPU, insiden itu terjadi saat Briptu Fikri, Ipda Yusmin, dan almarhum Ipda Elwira Priadi Z menggelandang empat anggota Laskar FPI ke dalam mobil tepat di rest area KM 50 Jakarta-Cikampek.
BACA JUGA: Ini Babak Baru Kasus Unlawful Killing Laskar FPI
Empat anggota laskar FPI itu ialah Luthfil Hakim, Muhamad Suci Khadavi Poetra, Akhmad Sofiyan, dan M. Reza.
Polisi menggelandang empat anggota laskar FPI itu setelah terjadi insiden baku tembak. JPU menjelaskan sebelumnya ada baku tembak antara polisi dengan anggota laskar FPI.
BACA JUGA: Novel: Tahun 1965 Komunis Bantai 6 Jenderal, Sekarang Giliran 6 Laskar FPI
Insiden itu mengakibatkan dua anggota laskar FPI tewas. Oleh karena itu, polisi menggelandang laskar FPI yang tersisa.
Jaksa menyebut polisi tidak memborgol laskar yang ditangkap. Konon, para laskar yang tersisa berupaya merebut senjata dari polisi.
Namun, praktisi hukum Ali Alatas selaku ketua Tim Advokasi Enam Laskar FPI menepis dakwaan JPU. Menurutnya, fakta memperlihatkan laskar FPI yang tewas di KM 50 Tol Jakarta - Cikampek tidak hanya dua, tetapi enam orang.
Ali menegaskan fakta tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi seorang petugas derek di KM 50 yang telah diperiksa Komnas HAM. Saksi itu mengaku melihat dua orang pengawal Habib Rizieq Syihab yang sudah ditembak di KM 50 masih hidup.
"Kemudian didapati keenam pengawal Habib Rizieq Syihab itu meninggal dengan luka tembak yang identik di bagian jantung," kata Ali dalam keterangannya tertulis kepada JPNN.com.
Ali pun menganggap isi dakwaan JPU ihwal perebutan senjata oleh empat pengawal Habib Rizieq itu merupakan upaya mengaburkan fakta.
"Fakta tentang pengawal Habib Rizieq Syihab korban unlawful killing yang di tubuhnya ditemukan luka-luka diduga akibat penganiayaan malah dikesampingkan oleh JPU," tutur Ali.
Oleh karena itu, Ali menilai surat dakwaan JPU justru berisi pembelaan bagi terdakwa. Dia menyebut JPU dalam perkara itu tidak mewakili negara dalam penegakan hukum.
"Konstruksi dakwaan JPU membuktikan bahwa adanya sikap unwilling dan mekanisme hukum nasional yang unable dalam pengungkapan
pelanggaran HAM. Sehingga akan menjadi pintu masuk bagi mekanisme internasional dalam upaya penegakan HAM," pungkas Ali Alatas. (cr3/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Antoni
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama