2 Tantangan Besar Industri Perbankan

Jumat, 25 Agustus 2017 – 11:43 WIB
Ilustrasi Bank Mandiri. Foto: Radar Bali/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, industri perbankan saat ini menghadapi dua tantangan.

Pertama, pertumbuhan kredit yang masih single digit dan di bawah harapan industri.

BACA JUGA: BI Prediksi Pertumbuhan Kredit Sulit Double Digit

Tantangan kedua adalah disrupsi dalam bisnis jasa keuangan.

’’Sekarang kan gejala itu sudah terlihat dengan hadirnya Go-Jek di sektor transportasi dan Airbnb di sektor perhotelan. Nah, dunia perbankan dihadapkan pada fintech,” kata Dirut Bank Mandiri tersebut dalam konferensi pers Indonesia Banking Expo (Ibex) 2017, Kamis (24/8).

BACA JUGA: Perbankan Indonesia Gencarkan Ekspansi ke Luar Negeri

Pria yang akrab disapa Tiko itu memprediksi, dalam beberapa tahun ke depan, fintech mengambil alih market perbankan.

Hal itu ditandai dengan bisnis crowdfunding dan lending yang saat ini telah banyak dijalankan perusahaan-perusahaan fintech.

BACA JUGA: Bank Bersandar Pada Kredit Konsumer

Dunia perbankan dan teknologi akan semakin buram.

Artinya, produk dari fintech pada akhirnya bersaing langsung dengan produk tradisional dari perbankan.

’’Kami tidak tahu skala dan kecepatannya. Tapi, regulator kita toh sekarang sudah mulai membuat regulasi. Misalnya,  aturan tentang sandbox dan peer-to-peer lending,” ujarnya.

Tiko menilai bank harus aktif bekerja sama dengan fintech.

Sebab, perusahaan fintech unggul dalam hal inovasi. Sementara itu, bank unggul dalam infrastrukur teknologi informasi.

Saat ini bank juga giat melakukan investasi, baik organik maupun anorganik, untuk menghadapi perkembangan fintech.

Dia mencontohkan Bank Mandiri yang melakukan investasi ke beberapa perusahaan start-up lewat entitasnya, PT Mandiri Capital Indonesia.

Ada juga BRI yang hendak mengakuisisi perusahaan modal ventura tahun ini demi bisa menggaet pasar fintech.

Tiko mengatakan, perbankan juga terus berusaha menjaga keamanan data nasabah.

Pembocoran data nasabah, lanjut dia, bisa terjadi karena mantan pegawai bank berpura-pura masih menjadi pegawai bank, lantas menjual data nasabah.

Data juga bisa didapatkan dari merchant yang melakukan swipe kartu kredit milik nasabah pada mesin kasir.

’’Butuh kehati-hatian konsumen. Jangan menyebar data di banyak e-commerce. Kalau dari bank, firewall sistem perbankan sudah cukup kuat untuk mengatasi risiko seperti itu,” ujarnya.

Ketua Steering Committee Ibex 2017 Sis Apik Wijayanto menuturkan, masalah keamanan sama pentingnya dengan perkembangan fintech.

Alasannya, Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terpesat di Asia Tenggara pada 2019.

”Masing-masing bank punya keunggulan. Soal keamanan, bank pasti berusaha menjaga data karena itu rahasia,” katanya. (rin/c7/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Minat Menabung Rendah, Warga Kawasan Timur Indonesia Lebih Suka Belanja


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler