jpnn.com - Lewat perannya sebagai Celeste Wright dalam Big Little Lies, Nicole Kidman sukses menyabet Emmy Awards sebagai Aktris Terbaik pada Minggu malam waktu setempat (17/9).
Dalam pidatonya, Kidman mengaku bersyukur karena kemenangannya akan membuat dunia lebih peduli pada KDRT alias kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi isu utama dalam miniseries yang ditayangkan HBO itu.
BACA JUGA: Emmy Penuh Sindiran untuk Presiden Trump
Di atas panggung, Kidman mengaku bersyukur diberi kesempatan untuk menjadi Celeste Wright dalam Big Little Lies. Sebab, lewat aktingnya, dia bisa menyampaikan pesan penting kepada masyarakat tentang KDRT.
Khususnya KDRT dari kacamata perempuan yang menjadi korban. Kendati lelaki juga berpotensi menjadi korban KDRT, sejauh ini sebagian besar korban KDRT adalah kaum hawa.
BACA JUGA: Game of Thrones Absen, Dua Serial Ini Rajai Emmy Awards 2017
’’(KDRT, Red) itu begitu rumit. Itu penyakit yang sangat berbahaya dan bertahan di dalam diri kita jauh lebih lama daripada waktu yang kita sadari,’’ ungkapnya.
Saat Kidman berbicara tentang KDRT di panggung Emmy Awards, jumlah korban KDRT di seluruh dunia bertambah. Berdasar data National Coalition Against Domestic Violence (NCADV), setiap menit 20 perempuan menjadi korban KDRT di seluruh dunia.
BACA JUGA: Suami Aniaya Istri Lantaran Ogah Kasih Uang Beli Narkoba
KDRT yang berujung kematian menyumbangkan sedikitnya 38 persen kasus pembunuhan di tingkat internasional.
Salah satu yang masih hangat dibicarakan publik Amerika Serikat (AS) adalah kasus pembunuhan seorang guru perempuan oleh kekasihnya.
Sang guru, Laura Wallen, yang ternyata sedang hamil dilaporkan hilang selama sekitar sepekan sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa pada 13 September.
Berdasar hasil otopsi, luka tembak di kepala Wallen menjadi penyebab kematian guru SMA tersebut. Tyler Tessier, kekasih Wallen selama sekitar tujuh tahun terakhir, pun langsung menjadi tersangka.
Sebab, sebelum raib, guru di Negara Bagian Maryland itu terlibat perselisihan dengan sang pacar. Sehari setelah jasad Wallen ditemukan, Tessier ditangkap. Dia mengakui perbuatannya dan kini mendekam di tahanan.
Cekcok alias perang mulut antar-suami istri atau sepasang kekasih menjadi faktor pemicu utama KDRT. Tidak semuanya berakhir dengan kematian. Tapi, hampir selalu melahirkan kekerasan.
Misalnya, yang dialami Lee Anne Pirus. Perempuan 50 tahun tersebut ditembak mati suaminya. Bukan hanya itu, jasad penduduk Wisconsin tersebut juga nyaris tak bisa dikenali karena sang suami meledakkan rumah setelah melakukan pembunuhan.
Suami Pirus sempat melarikan diri setelah rumahnya meledak dan terbakar pada Rabu (13/9). Awalnya, polisi tidak mengetahui ada jasad Pirus di sana.
Tapi, dalam investigasi Jumat (15/9), mereka menemukan mayat yang diyakini bukan tewas akibat kebakaran. Benar saja. Berdasar hasil otopsi, mayat itu korban penembakan. Sang suami dibekuk pada Sabtu malam (16/9) dan kini menjalani pemeriksaan.
Bukan hanya di AS, di India pun kekerasan terhadap istri sering terjadi. Pekan lalu seorang suami di kawasan Noorabad menghajar istrinya sampai tewas. Gara-garanya sepele.
Mereka berselisih paham soal nama bayi mereka yang baru 40 hari. Sang istri yang Nasrani menginginkan nama Kristiani, sedangkan sang suami yang berbeda agama menginginkan nama yang lain.
Olliette Murry-Drobot menyebut KDRT sebagai momok. Sebagai korban sekaligus penyintas KDRT, Murry-Drobot sepakat dengan Kidman bahwa KDRT membuat para korbannya menderita jauh lebih lama daripada yang mereka sadari. Apalagi jika korban itu anak-anak.
’’Sepertiga anak-anak yang terpapar KDRT akan menjadi korban KDRT pula saat mereka dewasa,’’ kata Murry-Drobot yang kini menjadi direktur eksekutif Family Safety Center, lembaga nonprofit yang menampung anak-anak korban KDRT.
Selain tempat berlindung, lembaga yang berpusat di Kota Memphis, Shelby County, Negara Bagian Tennessee, tersebut juga memberikan pendampingan psikis kepada para korban.
Kepada Huffington Post, Marry-Drobot menyatakan bahwa anak-anak yang menjadi korban KDRT atau terpapar KDRT akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu dicekam rasa takut.
’’Mereka akan melihat dunia ini sebagai tempat yang mengerikan. Mereka juga tidak mudah percaya kepada orang lain dan cenderung menarik diri dari pergaulan,’’ katanya.
Di mata para korban, menurut Marry-Drobot, orang lain adalah ancaman. Apalagi yang tidak dikenal. Sebab, orang yang mereka sayangi pun bisa memperlakukan mereka dengan buruk. Namun, lewat pendampingan mental, perasaan negatif itu bisa disingkirkan.
’’Setelah tinggal di Family Safety Center, rasa percaya diri anak-anak tersebut meningkat signifikan,’’ kata Kathryn Howell, psikolog University of Memphis sekaligus pendamping Family Safety Center. (huffingtonpost/dailymail/timesofindia/nydailynews/hep/c22/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lauk Jatuh ke Kasur, Suami Hajar Istri
Redaktur & Reporter : Adil