Sekolah Santo Yoseph Indonesia sudah menjalin kerjasama dengan Emmaus College di Australia, Kerjasama ini telah dirasakan oleh para siswa untuk mempelajari budaya lain, khususnya budaya barat di Australia. Pemahaman ini menjadi penting bagi siswa untuk menerima perbedaan dan membuka wawasan mereka dalam berpikir.

Kerjasama sister school antara Sekolah Santo Yoseph dan Emmaus College dimulai sejak tahun 1996. Direktorat Sekolah Swasta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kini Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang merekomendasikannya.

BACA JUGA: Deplu Australia Tingkatkan Posisi Senior Bagi Perempuan

Saat itu, Australia sedang dimulai pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, salah satunya adalah sekolah Emmaus College di Victoria, Australia.

Sekolah Santo Yoseph, yang saat ini ada di Jakarta, Bekasi, dan Bogor, menerima tawaran tersebut. Kedua sekolah sepakat menjalin kerjasama sister school, setelah diadakan pertemuan antara Yohannes Sugiyono Setiadi, Kepala SMU (kini SMA) Santo Yoseph saat itu dan James Chritian Fabris, Principal Emmaus College saat itu di Jakarta, Oktober 1996.

BACA JUGA: Kompetisi Berbahasa Indonesia Tingkat Nasional Pertama di Australia

Program kerjasama yang akan dikembangkan meliputi saling membantu pengembangan bahasa, budaya, saling memperkenalkan kebiasaan, dan program pertukaran siswa.

Program pertama yang diadakan adalah Wisata Budaya Sister School tahun 2000. Rombongan staf dan siswa Emmaus College mengunjungi Jakarta, Bandung dan Yogyakarta.

BACA JUGA: Senator Ini Curiga Adanya Teroris di Antara Pengungsi Suriah ke Australia

Dengan didampingi pihak sekolah Santo Yoseph, rombongan mengunjungi sejumlah obyek wisata dan budaya. Selama perjalanan bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Inggris.


Saat para siswa Emmaus College mengunjungi kota tua Jakarta. Foto: Santo Yoseph.

 

Program saling mengunjungi pernah terganggu karena persoalan faktor keamanan dan terorisme. Dalam beberapa tahun staf dan siswa Emmaus College tidak dapat datang ke Indonesia.

Tetapi komunikasi diantara kedua sekolah tetap terjalin dengan baik, sejumlah staf dan siswa Santo Yoseph tetap diundang untuk menjadi tamu di Emmaus College.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa siswa Sekolah Santo Yoseph diundang untuk menjadi siswa tamu di Emmaus College. Kegiatan ini berjalan setiap tahunnya.

Para siswa asal Emmaus College juga tinggal bersama keluarga-keluarga para siswa sekolah Santo Yoseph. Mereka ikut belajar, mengenal kebiasaan, dan membantu para siswa Emmaus College dalam mempelajari Bahasa Indonesia.

Pada 2014, beberapa staf dan siswa Santo Yoseph diundang untuk mengunjungi Emmaus College. Pada kesempatan itu, guru musik Sekolah Santo Yoseph ikut memperkenalkan cara bermain angklung kepada para siswa di Emmaus College. Kami juga memperkenalkan sejumlah lagu anak-anak Indonesia, jenis jamu tradisional Indonesia, sampai makna penggunaan baju daerah yang ada di Indonesia.

Kepala Sekolah Emmaus College saat ini, Tony Hirst berpendapat bahwa hubungan kerjasama dua negera tetangga dekat Indonesia dan Australia menjadi penting, sehingga diwujudkan dalam program kerjasama sister school antara kedua sekolah. Ia berharap jika hubungan kerja sama ini bisa terus berlanjut dalam semangat “never ending friendship”.

Guru Bahasa Indonesia di Emmaus College, Anne Dodgshun juga memiliki pandangan yang sama. Ia berharap hubungan kerjasama ini menjadi ajang untuk saling mengenal dan mengerti satu sama lain, khususnya soal budaya, aspek sosial dan memupuk persaudaraan antar dua bangsa.


Anna Dodgshun, guru Bahasa Indonesia di Emmaus College memperkenalkan nasi goreng. Foto: Santo Yoseph.

 

Sejumlah siswa Santo Yoseph mengaku telah mendapatkan pengalaman terlupakan dari partisipasinya mengikuti program sister school.

“Sambutan yang ramah dari guru dan siswa Emmaus susah dilupakan. Perhatian orangtua asuh selama sebulan saya tinggal bersama mereka, terasa amat sangat," ujar Kathy Wei, siswa kelas XII Santo Yoseph, yang menjadi peserta pertukaran siswa pada tahun ini.

“Bagi Emmaus, semoga Bahasa Indonesia menjadi lebih popular. Bagi Sekolah Santo Yoseph, semoga bisa ikut andil dalam upaya menjalin hubungan yang lebih baik antara kedua bangsa dan negara,” kata Novelia Wijayanti, yang kini menjabat sebagai Ketua OSIS SMA Santo Yoseph.

Manfaat juga dirasakan oleh alumni sekolah Santo Yoseph yang pernah mengikuti program.

“Banyak menimba pengalaman tak terlupakan, terutama mengenal lebih dekat bumi, budaya, kebiasaan, makanan di Australia. Bisa mengenalkan Indonesia saat tinggal bersama orangtua angkat selama sebulan disana," ujar Maria Deyma Dea Tara,  mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, yang pernah menjadi siswa tamu di Emmaus College tahun 2010 dan 2014. "[Ini adalah] bagian dari upaya saling mempererat tali persahabatan kedua negara. Bagi siswa Santo Yoseph bisa mengasah soft skill untuk cepat memahami, berkomunikasi dan beradaptasi dengan orang dengan budaya lain.”

Pada Maret 2015, perwakilan Emmaus College ikut hadir pada puncak acara peringatan 30 tahun Yayasan dan Sekolah-sekolah Santo Yoseph.

Para siswa Emmaus College ikut bertugas pada acara Misa Syukur yang diadakan di Gereja Santo Albertus, Harapan Indah, Bekasi, dibawah pimpinan Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo.

*Tulisan ini adalah pendapat pribadi. Yohannes Sugiyono Setiadi adalah Koordinator Pelaksana Harian di Yayasan Santo Yoseph Jaya di Jakarta Timur, Bekasi Barat, dan Cileungsi, Bogor. Ia mengawali karirnya sebagai guru, dan diangkat menjadi Kepala Sekolah Menengah Umum Santo Yoseph di usia 26 tahun. Ia juga adalah pemerhati masalah pendidikan, kaum terpinggirkan, khususnya mereka yang memiliki disabilitas. Yohannes juga sering menceritakan banyak soal aksesibiltas bagi kaum disabilitas di Australia, dengan harapan bisa menjadi inspirasi bagi pengambil kebijakan di Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setiap Kali Demo Anti Islam di Australia, Selalu Ada Demo Tandingan

Berita Terkait