jpnn.com, JAKARTA - Langkah kepolisian dan BIN (Badan Intelijen Negara) melakukan pemulangan aktivis #2019GantiPresiden Neno Warisman dari Bandara di Pekanbaru, menuai kontroversi.
Pemulangan itu dinilai merupakan kegagalan aparat hukum melindungi aktivitas masyarakat. Namun, di sisi lain, acara deklarasi #2019GantiPresiden dinilai sarat kampanye.
BACA JUGA: Gerakan #2019GantiPresiden Hanya Upaya Provokasi?
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menjelaskan, peristiwa pemulangan Neno itu melawan hak berdemokrasi. Seseorang berhak untuk berkunjung ke suatu daerah dan berekspresi.
”Kalau mempersoalkan kedatangannya jelas salah, yang dipersoalkan harusnya pidatonya atau pernyataannya bila memang dinilai melanggar hukum,” tuturnya.
BACA JUGA: Polri Ungkap Alasan Deklarasi #2019GantiPresiden Dibubarkan
Pemulangan paksa pihak kepolisian dan BIN ini dapat menjadi indikasi bahwa keduanya tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan dalam negeri. ”Seharusnya tidak boleh dipaksa karena desakan sekelompok orang,” ujarnya.
Bahkan, bila ada orang yang datang ke DPR dan partai politik untuk meminta presiden diganti juga diperbolehkan. Semua orang berhak untuk menyatakan pendapatkan. ”Jangan dilarang-larang,” terangnya.
BACA JUGA: Ingat, #2019GantiPresiden Sudah Ada Sebelum Prabowo-Sandiaga
Abdul menuturkan bahwa pernyataan 2019 ganti presiden tidak memiliki unsur melawan hukum. Hal tersebut merupakan pernyataan bernada politik.
”Nah, deklarasi ganti presiden itu juga seharusnya diserahkan ke Bawaslu dan KPU, bukan kepolisian. Bawaslu dan KPU yang seharusnya menentukan apakah ini melanggar UU pemilu atau tidak/ kalau melanggar barulah Bawaslu berkoordinasi dengan kepolisian, bukan polisi langsung,” terangnya.
Dengan polisi terjun langsung tanpa komando Bawaslu dan KPU, maka konsekuensinya harus diterima. Bahwa polisi dipandang tidak netral dalam demokrasi. ”Karena tidak sesuai dengan kewenangannya,” paparnya.
Sementara Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto mengklarifikasi apa yang terjadi di Riau. Menurutnya, seharusnya undang-undang nomor 9/1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum harus dipahami.
”Sebuah unjuk rasa atau penyempaian aspirasi itu bisa dikecualikan bila terdapat empat hal, menganggu hak asasi orang lain, menganggu ketertiban umum, tidak mengindahkan etika dan oral dan dapat mengancam persatuan serta kesatuan,” terangnya.
BACA JUGA: Gerakan #2019GantiPresiden Hanya Upaya Provokasi?
Sementara Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan bahwa BIN dalam pemulangan Neno itu menjaga tegaknya aturan dan ketertiban. Sebab, acara tersebut tidak mendapatkan izin dari kepolisian. ”Neno tidak diperkenankan hadir sebagai bentuk antisipasi agar tidak bentrok,” paparnya.
Menurutnya, BIN bersikap netral dan semata-mata menjaga keselamatan warga dan upaya cegah dini terjadinya hal tidak diinginkan. ”Pemulangan Neno itu jalan terbaik,” paparnya kepada Jawa Pos. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngabalin Sebut 2019GantiPresiden Makar, Ini Kata Gerindra
Redaktur & Reporter : Soetomo