3 Cara Mengenali Konten Hoaks Agar Tidak Terjerat UU ITE, Nomor 2 Penting

Selasa, 05 Oktober 2021 – 11:09 WIB
Penyebar konten hoaks bisa terjerat UU ITE dan masuk penjara. Foto/ilustrasi: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tiga cara ini perlu dilakukan warga internet (warganet) untuk mengenali apakah sebuah informasi yang diperoleh melalui media sosial (medsos) benar atau cuma hoaks alias berita bohong.

Cara mengenali konten hoaks ini penting diketahui agar warganet tidak terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa membuat anda masuk penjara.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pengumuman Ditunda, Pemerintah Beber Cara Cek Hasil Tes PPPK, Honorer Lega

Sebab, meski bukan sebagai pembuat konten, netizen yang menyebarkan materi hoaks juga bisa terkena pidana dan masuk penjara. Hal itu diatur dalam Pasal 28 UU ITE.

Ancaman hukumannya berupa pidana penjara selama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar (vide Pasal 45A UU ITE No. 19/2016).

BACA JUGA: 7 Polisi Ini Dipecat oleh Irjen Risyapudin Nursin, Ada Bripka Raniandini Yasa

Jadi, jangan lantaran ketidaktahuan, sekadar iseng, ketidakmampuan membedakan mana info yang benar atau hoaks, anda yang menyebar informasi bohong berurusan dengan polisi.

Nah, tiga cara yang disampaikan Koordinator Nasional Japelidi Dr Novi Kurnia ini perlu anda lakukan untuk membedakan apakah sebuah informasi di medsos itu akurat atau hoaks, sebelum ikut menyebarluaskannya.

BACA JUGA: Napi Teroris Ini Simpan Bahan Peledak Mother of Satan di Gunung Ciremai, Dahsyat

Dosen pada Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu tiga cara membedakan informasi akurat atau tidak, yaitu: analisis, verifikasi, dan evaluasi.

Berikut penjelasannya:

1. Analisis

Warganet perlu menganalisis dan selalu waspada terhadap informasi yang berlebihan dan provokatif, misalnya, yang menggunakan huruf kapital, banyak tanda seru, ada perintah viralkan, ataupun ada pernyataan katanya A dan B yang belum jelas siapa.

Biasanya, kata Novi, 'too good to be true' (terlalu bagus untuk menjadi kenyataan) maupun 'too bad to be true' (terlalu buruk untuk menjadi kenyataan).

"Ini perlu diwaspadai karena sering enggak masuk akal," ucap Novi dikutip dari Antara, Selasa (5/10).

2. Verifikasi

Anda harus membandingkan informasi yang diperoleh dengan kabar lain dengan melakukan cek fakta dan periksa kebenarannya secara manual melalui mesin pencari, maupun menggunakan beberapa situs cek fakta, situs pemerintah hingga media massa.

3. Evaluasi

Anda harus memastikan sekali lagi bahwa selain soal akurat, informasi tadi bermanfaat dan juga tidak berisiko. Misalnya, etis atau tidak? Melanggar hukum atau tidak? Menyerempet SARA atau tidak? Berbagai pertimbangan sosial budaya hukum lainnya.

"Kalau menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), warganet terancam pidana penjara maksimal enam tahun dan atau denda paling banyak satu miliar rupiah,," ucap Novi. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler