jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah telah membuat sejumlah kebijakan di sepanjang 2021. Namun, beberapa kebijakan itu masih belum menghasilkan pencapaian maksimal. Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada JPNN.com mengungkap setidaknya ada tiga kebijakan yang belum maksimal, yakni:
1. Proyek Kereta Cepat Bandung
BACA JUGA: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Diguyur PMN, Target Rampung 2022
Kereta Cepat Jakarta-Bandung diprediksi bakal membawa banyak manfaat bagi sektor perekonomian.
Namun, Bhima menilai proyek kereta cepat tersebut tidak memiliki rencana yang matang.
BACA JUGA: Harga Bahan Pokok Naik, Kemenko Perekonomian Gelar Operasi Pasar
Kemudian, secara teknis bermasalah.
Bhima mengungkapkan penyuntikan dana Rp 4,3 triliun untuk penyelesaian proyek kereta cepat salah karena di tengah masih tingginya defisit anggaran.
BACA JUGA: Ahli Epidemiologi: Varian Omicron Lebih Berbahaya dari Delta
Bhima menyarankan dalam pemilihan proyek infrastruktur, harus lebih selektif dan uji kelayakan dilakukan dengan lebih hati hati.
"Dampak proyek infrastruktur terhadap ekonomi perlu diperhatikan, misalnya kesesuaian dengan kebutuhan industri pengolahan, atau penurunan biaya logistik," ujar Bhima.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan penyuntikan anggaran disebut sebagai kebutuhan pemenuhan ekuitas dasar atau base equity.
Pada awalnya, proyek tersebut diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini, biayanya menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun.
2. Stabilitas Pangan tidak Terkendali
Bhima mengatakan stabilitas harga pangan pada kuartal IV tidak terkendali, mulai dari kenaikan harga minyak goreng, telur, cabai, daging, ayam.
Kenaikan harga minyak goreng November 2021, hingga rencana penghapusan minyak goreng curah, sangat meresahkan masyarakat. Minyak goreng menyentuh harga Rp 20.000 per liter.
Tidak hanya itu, jelang pergantian tahun harga cabai rawit merah mengalami lonjakan hingga berada di kisaran Rp 100 ribu sampai Rp 105 ribu per kilogram. Harga telur yang biasanya berkisar Rp 23 ribu sampai 24 ribu per kilogram, sudah menembus angka Rp 30 ribu.
Bhima menyesali kenaikan harga minyak goreng yang tidak direspons dengan cepat lewat intervensi kebijakan pemerintah.
"Menyerahkan mekanisme pasar ketika harga minyak sawit mentah (CPO) sedang naik bisa memicu inflasi yang tinggi, bahkan bisa lanjut sampai di 2022," ujar Bhima.
Menurut Bhima, seharusnya pemerintah dapat menjaga stabilitas harga minyak goreng dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit.
Dia menyarankan pemerintah agar melakukan batasan harga atas dan ketersediaan pasokan CPO bagi industri minyak goreng di dalam negeri, sehingga tidak sebagian besar CPO di ekspor.
3. Pencegahan Varian Delta Gagal
Menurut Bhima, antisipasi pencegahan varian Delta relatif terlambat dilakukan pemerintah.
Kebijakan pembatasan sosial saat varian Delta masuk ke Indonesia lamban saat itu, di saat vaksinasi masih belum optimal.
Varian Delta masih mendominasi temuan kasus Covid-19 di Indonesia.
Belajar dari risiko varian Delta, Bhima mengimbau pemerintah agar lebih siap dalam menghadapi varian Omicron.
"Vaksinasi sudah diatas 50 persen tetapi perlu didorong lebih tinggi lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan sejak 2020 hingga 1 September 2021, sudah dilakukan sekuensing pada 5.790 sampel.
Ditemukan 2.323 di antaranya merupakan varian of concern (VOC).
Sehingga Wiku mengatakan dari total 2.323 VOC yang terdeteksi di Indonesia, sebanyak 2.242 kasus merupakan varian Delta, 64 kasus Alfa dan 17 kasus Beta. (mcr28/jpnn)
Redaktur : Boy
Reporter : Wenti Ayu