jpnn.com, JAKARTA - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr. Ma'mun Murod, M.Si., melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Kebijakan Mas Nadiem, sapaan akrab mendikbudristek, dinilai suatu bentuk kebingungan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Saya melihat pemerintah bingung menentukan arah kebijakan di sektor pendidikan. Pemerintah fokus mengarahkan lulusan jenjang menengah kerja, kerja, kerja, tanpa memikirkan lanjut ke jenjang pendidikan tinggi," kata Murod di sela-sela penandatanganan MoU antara Rektor UMJ dan Direktur Media Indonesia serta penyelenggaraan media gathering di kantor rektorat, Jumat (3/3).
BACA JUGA: Pengumuman Molor Tanpa Batas, 1 Juta PPPK Guru Program Siapa? Bukan Mas Nadiem
Dia memberikan catatan kritis terhadap 3 kebijakan Mas Nadiem, yaitu:
1. Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)
Murod menegaskan UMJ mendukung MBKM, tetapi bukan tanpa kritikan. Selama ini, kebijakan Kemendikbudristek lebih mengutamakan perguruan tinggi negeri (PTN), bahkan mulai menegerikan perguruan tinggi swasta (PTS).
Pemerintah lupa bahwa PTN hanya 10 persen dari sekitar 4.400 perguruan tinggi di Indonesia. Sisanya 90 persen adalah PTS.
"Artinya, jika PTS berhenti pasti negara akan kelabakan," ujarnya.
Menurut Murod harus dibangun filosofi bahwa pendidikan Itu kewajiban negara, bukan masyarakat. Sekolah swasta posisinya hanya membantu pemerintah, bukan kompetitor.
Oleh karena itu pemerintah jangan mengubah PTS menjadi PTN. Biarkan PTS berkembang dan negara cukup menopang dengan pendanaan.
Itu kata Murod lebih murah dibanding membuat PTN sendiri. Begitu juga dengan jenjang dasar hingga menengah.
Murod juga menilai kebijakan MBKM ini tidak mampu meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dan literasi mahasiswa. Mahasiswa tidak lagi kritis, padahal kampus itu tempat melahirkan calon-calon pemimpin bangsa.
"Jadi, nilai-nilai kepemimpinan bisa datang dari dunia kampus, bukan dari pergojekan," tegasnya.
Dia yakin MBKM ini akan direvisi oleh pemerintah baru, apalagi ending dari kebijakan tersebut tidak jelas.
2. Pembatasan mengangkat dosen tidak tetap
Kebijakan ini dinilai Murod sangat merugikan PTS. UMJ misalnya, sering menghadirkan dosen tidak tetap, seperti Yusril Ihza Mahendra, Jimly Asshiddiqie, dan tokoh besar lainnya.
"Dosen tidak tetap itu penting untuk sharing dengan mahasiswa, tetapi kebijakan sekarang malah tidak dibolehkan," sesalnya.
3. Akreditasi
Wakil Rektor 1 UMJ Dr. Muhammad Hadi, S.Kp., M.Kep., mengatakan biaya akreditasi bagi PTS sangat mahal. Dia mencontohkan satu akreditasi biayanya Rp 55 juta dan bisa dipakai empat tahun.
Pemerintah, lanjutnya memang memberikan subsidi bagi PTS, tetapi setengah hati. PTS diberikan hibah Rp 30 juta, tetapi hanya untuk dua program studi dan tidak boleh lagi untuk ke depan. Sementara, UMJ memliki 57 prodi.
"Ini kok pemerintah seperti main-main dan lelucon saja agar kelihatan negara itu hadir," kritik Hadi. (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad