jpnn.com - JAKARTA - Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan menyatakan hingga Agustus 2014 tercatat 331 kepala daerah (kada) yang tersangkut kasus hukum. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yang tercatat di Kemendagri sekitar 254 kasus.
"Semuanya konsekuensi dari biaya Pilkada yang tinggi," kata Djohermansyah Djohan, di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (19/8).
BACA JUGA: Yakini Hakim MK Tak Berani Macam-macam di Sengketa Pilpres
Soal pecah kongsi antara kada dengan wakilnya, lanjut dia, dari 1.026 kada yang dipilih berpasangan, sekitar 971 pecah kongsi. "Artinya 94,64 persen pecah kongsi terdiri dari gubernur dengan wakilnya 57 kasus, lalu bupati dengan wakilnya dan walikota dengan wakilnya 914 kasus," ungkapnya.
Kada dan wakilnya yang akur-akur saja menurut dia hanya ada enam pasang gubernur, 49 pasang bupati dan walikota.
BACA JUGA: Yakini Hakim MK Tak Bermain di Sengketa Pilpres
"Pecah kongsi itu merugikan masyarakat daerah. Makanya Pemerintah mengusulkan kepala daerah dipilih langsung, sementara wakilnya ditunjuk oleh kada terpilih. Kalau itu formatnya cocok dengan kontitusi yang mengamanatkan gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Jadi mono eksekutif," tegasnya.
Menyinggung pembahasan RUU Pilkada, Pemerintah ujar Djohermansyah, dalam posisi ikut maunya DPR. "Kalau Pilkada harus tetap berpasangan dan itu memang suara masyarakat, Pemerintah ikut saja. Namun Pemerintah tetap akan membuat regulasi agar pembiayaan Pilkada tidak jor-joran seperti sekarang. Begitu juga bagi calon independen," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA JUGA: KPK Belum Jadwalkan Hari Keramat untuk SDA
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persoalkan DPKTb, Prabowo-Hatta Dinilai Gunakan Pola Pikir Orba
Redaktur : Tim Redaksi