34 Persen Pelajar SMA di Jakarta Terindikasi Gangguan Mental Emosional

Jumat, 20 Desember 2024 – 11:31 WIB
Pemaparan Laporan Hasil Studi Zona Mendengar Jiwa di kawasan Han Lekir, Jakarta Selatan, baru-baru ini. Foto: Romaida/jpnn.com

jpnn.com - Tercatat 34 persen pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta menunjukkan indikasi masalah kesehatan mental.

Data tersebut diambil dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) bersama Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute.

BACA JUGA: Habiskan Rp 1,9 Triliun, Penyakit Ginjal Dinilai Jadi Beban BPJS Kesehatan

Penelitian ini dipimpin oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH sebagai Peneliti Utama HCC, Bunga Pelangi SKM, MKM sebagai Direktur Program HCC, dan Prof. Nila F. Moeloek sebagai Direktur Eksekutif FKI.

Studi ini menunjukkan 3 dari 10 pelajar sering berperilaku marah dan terlibat dalam perkelahian akibat gangguan mental emosional.

BACA JUGA: Budi Arie Diperiksa Bareskrim, Habiburokhman Gerindra Merespons Begini

Hasil penelitian ini menjadi dasar pengembangan Program Zona Mendengar Jiwa, yang bertujuan membangun sistem dukungan dan meningkatkan kesadaran kesehatan mental pada remaja.

Sekaligus, menyediakan edukasi dan intervensi berbasis data terkait kesehatan mental remaja di sekolah.

BACA JUGA: Ada yang Ingin Mengacak-acak Internal PDIP, Mega Perintahkan Satgas Siaga-1

Program ini mengintegrasikan pendekatan ilmiah dengan inovasi sosial untuk memberikan dampak positif bagi kesehatan mental generasi muda.

Dr. Ray Wagiu Basrowi menilai data indikasi gangguan kesehatan jiwa remaja di kota besar, seperti Jakarta ini dapat dijadikan angka prevalensi.

Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya temuan ini untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam tentang kondisi kesehatan mental remaja di Tanah Air.

"Ini merupakan risiko yang harus dianalisis lebih mendalam, sebab data temuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan data atau bahkan hipotesis kajian-kajian sebelumnya," kata Dokter Ray di kawasan Han Lekir, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Selain itu, penelitian juga menemukan 10 persen pelajar SMA di Jakarta merasa rentan terhadap masalah kesehatan mental.

Hal ini mencerminkan rendahnya kesadaran diri remaja terhadap kondisi kesehatan mental, meskipun informasi mengenai hal tersebut sudah banyak tersedia.

Menariknya, responden mengungkapkan lebih memilih teman sebaya sebagai tempat berkonsultasi mengenai masalah kesehatan mental dibandingkan guru.

Sekitar 67 persen pelajar SMA di Jakarta tidak ingin mengunjungi ruang bimbingan konseling (BK) untuk mendapatkan bantuan.

Data ini menunjukkan peran teman sebagai konselor sebaya dapat menjadi agen mitigasi kesehatan mental yang efektif di sekolah.

Kendati demikian, Eks Menteri Kesehatan, Prof. Nila Moeloek menegaskan meskipun konsultasi antar teman penting, tetap dibutuhkan bimbingan yang tepat.

Menurut Nila Moloek, upaya mitigasi konseling baiknya dilakukan dengan sosok atau pihak yang lebih mumpuni.

"Remaja memerlukan arahan yang benar, sehingga konsultasi antar teman sebaiknya hanya sebagai saluran berbagi cerita, bukan upaya mitigasi konseling yang sesungguhnya," tutur Nila. (mcr31/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler