4 Alasan Apindo Menolak Program Tapera, Cermati Poin Pertama

Jumat, 31 Mei 2024 – 08:14 WIB
Apindo Sukabumi menolak program tapera, antara lain karena harga rumah meningkat setiap tahun. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SUKABUMI – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai penolakan di Masyarakat, termasuk Dewan Pimpinan Kabupaten Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPK Apindo) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Apindo Sukabumi menilai program tapera bukan merupakan solusi bagi para pegawai khususnya di Kabupaten Sukabumi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah untuk pekerja.

BACA JUGA: Soal Polemik Tapera, Herman Khaeron Beri 2 Catatan, Silakan Disimak

"Program pemenuhan kebutuhan perumahan melalui Tapera tidak menjadi solusi ataupun jaminan bagi pegawai atau karyawan swasta," kata Ketua DPK Apindo Kabupaten Sukabumi Sudarno di Sukabumi, Kamis (30/5).

Sudarno mengatakan, pihaknya juga sudah membuat pernyataan sikap atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

BACA JUGA: Tapera Bikin Rakyat Menjerit, Legislator PKS Sampaikan 5 Catatan Kritis

Adapun poin dari pernyataan sikap tersebut, DPK Apindo Kabupaten Sukabumi sesuai arahan dari pimpinan pusat dan Jabar menolak Program Tapera.

Dasar penolakan Apindo Sukabumi menolak program tapera, antara lain:

BACA JUGA: Khawatir jadi Lahan Bancakan Korupsi, Wacana Tapera Ditolak Apindo DIY

1. Nilai atau harga rumah khususnya di kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa dan Bali ini setiap tahunnya terus meningkat.

2. Jangka waktu lamanya ikatan hubungan kerja para pekerja atau karyawan di perusahaan relatif tidak sama dan belum tentu akan berlangsung lebih lama.

3. Akumulasi total uang dari pembayaran iuran Tapera yang akan diterima pekerja apabila berhenti, pensiun atau di-PHK, kemungkinan besar tidak cukup untuk membeli rumah.

4. Penambahan biaya sebesar 0,5 persen dari upah pekerja yang akan dibebankan kepada pengusaha dan penambahan biaya sebesar 2,5 persen yang dibebankan kepada pekerja, akan memberatkan beban biaya operasional para pengusaha.

Apalagi seperti diketahui, situasi dan kondisi dunia usaha saat ini masih belum pulih akibat dampak pandemi COVID-19 dan reserse ekonomi global tentunya sangat memberatkan pengusaha.

Tidak hanya itu, dengan adanya potongan gaji atau upah untuk pembayaran iuran juga memberatkan para pekerja.

"Sebenarnya program pemenuhan kebutuhan perumahan bagi pekerja swasta sudah ada dan terlaksana, serta banyak fasilitas dan kesempatan yang diberikan baik melalui program bantuan uang muka dari BPJS Ketenagakerjaan, program KPR rumah bersubsidi dari kementerian terkait dan perbankan," tambahnya.

Sudarno mengatakan dalam pernyataan sikap pihaknya menegaskan pekerja swasta tidak membutuhkan Program Tapera karena bukan solusi dan jaminan bagi pegawai untuk bisa memiliki perumahan.

Adanya program ini jelas menambahkan berat biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, khawatir dengan adanya tambahan beban itu banyak perusahaan gulung tikar dampaknya terjadi PHK massal.

Pihaknya juga meminta kepada pemerintah untuk fokus memperbaiki dan mengoptimalkan program untuk peningkatan kesejahteraan pekerja swasta tanpa harus menerbitkan peraturan atau perundang-undangan yang baru seperti PP 21/2024 itu.

Alasannya bisa membahayakan perkembangan dan keberlangsungan dunia usaha maupun industri khususnya sektor industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. (antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler