jpnn.com, JAKARTA - Narasi Institute baru-baru ini melayangkan petisi menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sekarang dengan dukungan puluhan tokoh dan beberapa ahli.
Terdapat beberapa poin dalam petisi 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara' dianggap masih menimbulkan pertanyaan besar bagi publik, mulai dari pemilihan lokasi hingga pengesahan UU yang dinilai terburu-buru.
BACA JUGA: Muncul Petisi Tolak IKN, Sejumlah Tokoh Penting Bergabung
Petisi yang dilayangkan tersebut berjudul Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara, seperti dikutip melalui laman change.org Sabtu (5/2).
Berikut ini poin-poin penting di dalam petisi tolak IKN pindah sekarang:
BACA JUGA: Pemindahan IKN, Mbak Puan Minta Pemerintah Harus Melakukan Hal Penting Ini
1. Pemindahan IKN Dinilai tidak Tepat
Menurut petisi tersebut, memindahkan IKN di tengah situasi pandemi Covid-19 sekarang dinilai tidak tepat.
Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan IKN.
BACA JUGA: Setelah IKN Pindah, Pemprov DKI Cuma Diberi Waktu 53 Hari Melakukan Ini
Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pembangunan IKN di saat seperti ini hendaknya dipertimbangkan dengan baik, bahkan saat ini Indonesia masih memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar diatas tiga persen dan pendapatan negara yang turun.
"Sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara," tulis petisi itu.
2. Tidak memberikan manfaat untuk publik
Pemindahan IKN menjadi pertanyaan besar publik. Pasalnya, benarkah kepentingan pemindahan ibu kota baru adalah untuk kepentingan publik?
Di sisi lain, proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru dianggap tidak memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.
Oleh karena itu, pemindahan IKN dari Jakarta merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut.
3. Lokasi IKN dinilai tidak tepat
Para inisiator beranggapan bahwa penyusunan naskah akademik tentang pembangunan IKN baru tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.
Lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batu bara.
Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan.
"Kami memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur," ungkap petisi.
Untuk diketahui, terdapat 45 orang yang menjadi inisiator petisi dan sudah ditandatangani hampir 6.000an orang itu.
Beberapa inisiator bahkan sudah tidak asing di telinga masyarakat, seperti Din Syamsuddin, ekonom senior Faisal Basri, eks Wakil Ketua KPK Busyo Muqoddas, Muhammad Said Didu, Fadhil Hasan, dan masih banyak lagi
CEO dan Co-Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat di dalam petisinya menuliskan bahwa kami para inisiator mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung ajakan agar Presiden menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan Ibu kota Negara di Kalimantan.(mcr28/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu