jpnn.com - Sebanyak 90 persen penularan pada anak usia di bawah 13 tahun terjadi pada saat perinatal. Seorang ibu dengan HIV positif dapat menularkan HIV ke bayinya saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Namun, kabar baiknya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah HIV menular ke bayi.
Penularan dari seorang ibu dengan HIV terhadap bayinya tidaklah mutlak. Data dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HIV dan AIDS (UNAIDS) dari 2009-2015 menunjukkan angka HIV berkurang hingga 50 persen. Ini karena penatalaksanaan yang tepat dan dilakukan lebih awal.
BACA JUGA: 92 Orang Kena HIV AIDS, 16 di Antaranya Adalah Gay
Apabila seorang ibu positif HIV, beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah HIV menular ke bayi. Ini dia cara-caranya.
1. Deteksi dini HIV
BACA JUGA: Ribuan Ibu Rumah Tangga di Jawa Barat Terjangkit HIV/AIDS
Semakin awal penyakit HIV dideteksi, maka keberhasilan pengobatan akan makin meningkat. Tidak hanya itu, deteksi dini HIV dapat meningkatkan angka harapan hidup pengidap HIV positif serta sekaligus kualitas hidupnya.
Pengidap HIV yang mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) secara rutin dapat mengurangi risiko terjadinya acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Apabila sudah terjangkit AIDS, kualitas dan harapan hidup penderita HIV dapat berkurang secara drastis.
2. Menerima pengobatan antiretroviral
BACA JUGA: Puluhan Kantong Darah PMI Terpapar Penyakit Tertular Berbahaya, 15 Di Antaranya HIV AIDS
Menerima pengobatan ARV secara dini dan rutin adalah kunci penting untuk mencegah transmisi HIV dari ibu ke bayi. Pengobatan ARV dapat diberikan sebelum kehamilan, saat hamil, dan selama menyusui.
Dengan mengonsumsi ARV, maka jumlah virus HIV yang ada di dalam tubuh sang ibu akan berkurang. Minimnya jumlah virus akan membuat daya tahan tubuh makin kuat dan menurunkan risiko penularan kepada bayi, terutama bila melahirkan secara normal.
Tak perlu takut dengan pengobatan HIV selama kehamilan. Ini karena secara umum tidak ada efek samping berbahaya yang dapat mengganggu keselamatan janin beserta perkembangannya.
3. Melahirkan melalui operasi caesar
Metode persalinan yang dianjurkan untuk ibu dengan HIV positif adalah operasi caesar. Mengapa? Jika melakukan persalinan secara normal, bayi akan langsung berkontak dengan darah ibu dan cairan lainnya di jalan lahir. Kondisi tersebut dapat membuat bayi terpapar virus HIV secara langsung.
Perlu diingat, meski sang ibu sudah mengonsumsi obat ARV selama kehamilan, risiko penularan tetap ada. Proses melahirkan melalui operasi caesar dapat menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh ibu. Cara ini dapat mengurangi risiko penularan HIV.
Meski memiliki risiko penularan HIV dari ibu ke bayi paling rendah, yaitu sekitar 2 persen, tetapi risiko komplikasi saat dan setelah operasi caesar pada ibu dengan HIV lebih tinggi. Selain itu, kemungkinan dibutuhkan pula perawatan intensif lebih lama di rumah sakit.
Sebagai catatan, bayi yang baru lahir tetap akan mendapatkan pengobatan HIV selama kurang lebih sekitar 4-6 minggu untuk mengurangi risiko.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa menyusui
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan ibu menyusui mengonsumsi ARV untuk mengurangi penularan HIV melalui ASI. Namun, pedoman untuk menyusui atau menghindari pemberian ASI sebaiknya ditetapkan pihak berwenang dalam bidang kesehatan masing-masing.
Jika menyusui disarankan, maka sebaiknya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Selanjutnya, ibu positif HIV sebaiknya menyusui selama setidaknya 12 bulan dan dapat dilanjutkan hingga 24 bulan atau lebih sembari tetap mengonsumsi ARV.
Menyusui dapat dihentikan apabila pola makan yang aman dan bergizi selain ASI dapat diberikan kepada bayi.
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyarankan langkah-langkah untuk membuat menyusui lebih aman. Pertama adalah pemberian ASI eksklusif—pemberian ASI saja tanpa tambahan apa pun (termasuk air).
Studi menemukan, risiko penularan HIV pada bayi yang diberi ASI eksklusif hanya 4 persen. Di sisi lain, risiko ini bisa naik 10 kali lipat bila bayi mulai diberikan makanan padat, dan 1,8 kali apabila juga diberikan susu formula.
Di Amerika Serikat (AS), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan pemberian ASI oleh ibu yang positif HIV.
Menurut organisasi tersebut, ibu-ibu di AS memiliki akses ke air bersih serta nutrisi pengganti yang terjangkau.
Bila ibu memilih tidak memberikan ASI, maka ibu harus diajarkan tentang pemberian makanan alternatif yang baik dengan cara yang benar. Bila ibu tetap memilih memberikan ASI, dianjurkan untuk memberikannya ASI secara eksklusif selama 3-4 bulan saja.
Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka, karena virus HIV dapat menular melalui luka. Jangan memberikan ASI bersama susu formula karena akan menyebabkan luka di dinding usus, yang bisa menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk.
Selain itu, saat bayi sudah mulai bisa mengonsumsi makanan lunak, sebaiknya ibu tidak mengunyah makanan lalu memberikannya ke bayi. Lebih amannya bayi diberikan makanan yang dilumatkan dengan alat seperti blender atau metode lainnya.
Demikian cara mencegah HIV menular ke bayi bagi ibu positif virus tersebut. Apabila HIV dideteksi dan diobati sedini mungkin, risiko penularan terhadap bayi dapat berkurang secara signifikan hingga 1 persen.
Lakukan langkah-langkah pencegahan tersebut untuk menekan kemungkinan penularan seminimal mungkin.(RN/AYU/klikdokter)
Redaktur & Reporter : Yessy