jpnn.com, JAKARTA - Survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme. Data ini merupakan hasil survei terhadap kegiatan khotbah yang disampaikan beberapa penceramah.
Oleh P3M NU, hasil survei ini disampaikan kepada Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN.
BACA JUGA: BIN Bantah Suap Organisasi Ekstra Kampus
Data ini kembali disampaikan Kasubdit di Direktorat 83 BIN Arief Tugiman dalam diskusi Peran Ormas Islam dalam NKRI, di Kantor Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Jakarta, Sabtu (17/12).
Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto dalam konferensi pers di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan pada Selasa (20/11), mengatakan keberadaan masjid di Kementrian/Lembaga dan BUMN perlu dijaga agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu melalui ceramah-ceramah agama tidak mempengaruhi masyarakat dan mendegradasi Islam sebagai agama yang menghormati setiap golongan.
BACA JUGA: Mayjen Soedarmo: Yang Hafal Pancasila saja Jarang
"Hal tersebut adalah upaya BIN untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebinekaan," ucap Wawan.
Sebagai tindaklanjutnya, BIN bekerja sama dengan sejumlah pihak melakukan pemberdayaan da'i untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan mengkonter paham radikal di masyarakat.
BACA JUGA: Jadi Guide Ilegal di Bali, WN Tiongkok Mengaku Anggota BIN
Selain itu, kata Wawan, data mengenai tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terpapar radikalisme, dan 39 persen mahasiswa di 15 Provinsi tertarik dengan paham radikal, benar adanya.
"Namun data PTN dimaksud hanya disampaikan kepada pimpinan Universitas tersebut untuk evaluasi, deteksi dini dan cegah dini, tidak untuk konsumsi publik, guna menghindari hal-hal yang merugikan universitas tersebut," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diskusi Empat Pilar MPR Bahas Upaya Menangkal Radikalisme
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam